BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Kegiatan
ulama dalam penulisan ilmu ushul fiqh merupakan salah satu upaya dalam menjaga
keasrian hukum syara’ dan menjabarkannya pada kehidupan sosial yang berubah-ubah
itu. Kegiatan tersebut dimulai pada abad ketiga hijriyah.
Ushul
fiqh itu terus berkembang menuju kesempurnaan hingga puncaknya ada abad kelima
dan awal abad keenam hijriyah. Abad tersebut merupakan abad keemasan penulisan
ilmu ushul fiqh karena banyak para ulama memusatkan perhatiannya pada ilmu
tersebut. Pada abad inilah muncul kitab-kitab ushul fiqh yang menjadi standar
rujukan untuk perkembangan ushul fiqh selanjutnya.
Target
yang hendak dicapai oleh ilmu ushul fiqh ialah tercapainya kemampuan seseorang untuk
mengetahui hukum syara’ yang bersifat furu’ dan kemampuannya untuk mengetahui metode
istinbath hukum dari dalil-dalilnya dengan jalan yang benar.
Dengan
demikian, orang yang mengistinbath hukum dapat terhindar dari kekeliruan.
Dengan mengikuti kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dalam ilmu ushul fiqh
berarti seorang mujtahid dalam berijtihadnya berpegang pada kaidah-kaidah yang
benar.
B. TUJUAN
1. Menerapkan kaidah-kaidah, teori dan
pemba- hasan dalil-dalil secara terinci dalam rangka menghasilkan hukum syar’i
yang diambil dari dalil-dalil tersebut. (A. Hanafi)
2. Menerapkan
hukum-hukum syari’at Islam atas seluruh tindakan dan ucapan manusia. (Abdul
Wahhab Khollaf)
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN
USHUL FIQIH
A. PADA
ZAMAN NABI.
Pada zaman Rasulullah
Saw dan juga para sahabat, ilmu ushul fiqh sudah ada dan dipraktekkan dalam
penggalian hukum syar’i (istinbat hukum), namun belum terbukukan seperti saat
ini, karena pada masa itu Rasulullah Saw tidak membutuhkan kaidah-kaidah ilmu
ushul fiqh dalam menetapkan suatu hukum, karena semua permasalahan dapat
dikembalikan dan diatasi langsung oleh Rasulullah, karena beliau merupakan
mufti seluruh umat sekaligus penjelas dan pembawa hukum-hukum Allah Swt. Adapun
sumber hukum yang menajadi landasan Rasul dalam berfatwa pada Al-Quran dan
Sunnahnya.
Pasa zaman dahulu,
Rasulullah juga melakukan ijtihad ketika tidak ada penjelasan al-Qur’an dan
Sunnah.
Salah satu kesan atau
bukti bahwa Rasulullah melakukan ijtihad, yaitu beliau melakukan peng-qiyasan
terhadap peristiwa yang dialami oleh Umar bin Khattab ra ketika beliau bertanya
kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah hari ini saya telah berbuat suatu perkara
yang besar, saya mencium istri saya, padahal saya sedang berpuasa.” Lalu
Rasulullah bersabda: “Bagaimana pendapatmu seandainya kamu berkumur-kumur
dengan air dikala kamu sedang berpuasa?.” Lalu Umar menjawab “Hal seperti itu
tidak apa-apa.”
Kemudian Rasulallah bersabda “maka tetaplah kamu
berpuasa .” Peristiwa ini merupakan bukti bahwa semenjak zaman Rasulullah, ilmu
ushul fiqh sudah ada dan di praktekan langsung oleh beliau dengan para
sahabatnya dalam mengatasi suatu masalah hukum-hukum syariat islam tanpa
membutuhkan pembukuan atau kaidah-kaidah ilmu itu sendiri, karena mereka
mengetahui sebab-sebab turunnya ayat-ayat al-Qur’an (asbabul nuzul),
sebab-sebab turunnya al- Hadist (asbabul wurud) serta cerdas dalam memahami
kandungan makna al-Qur’an, karena mereka memiliki pengetahuan yang luas
terhadap bahasa al-Qur’an yaitu bahasa arab.
B. PADA
ZAMAN SAHABAT.
Setelah
wafatnya Rasulullah Saw maka yang berperan besar dalam pembentukan hukum-hukum
islam adalah para sahabat. Pada masa ini banyak sahabat yang melakukan ijtihad
ketika muncul suatu masalah yang tidak ditemukan nash-nashnya dalam al-Qur’an
dan Hadist, pada saat berijtihad para sahabat telah menggunakan kaidah-kaidah
ushul fiqh meskipun pada saat itu belum dirumuskan dalam suatu ilmu dan juga
tidak perlunya pembukuan karena kedekatan mereka terhadap Rasulullah serta
kepintaran dan kejelian mereka, sehingga pembentukan serta kodifikasi
kaidah-kaidah ushul fiqh juga.
belum terlalu duburuhkan.
belum terlalu duburuhkan.
Para sahabat melakukan ijtihadnya dalam
menetapkan hukum-hukum islam dengan cara perseorangan maupun secara musyawarah.
Adapun Keputusan atau kesepakatan mereka dari musyawarah dapat di sebut dengan
Ijma’ Sahabat (ijtihad jama’i). Selain itu para sahabat juga melakukan ijtihad
dengan metode Qiyas (ijtihad fardi), yang merupakan bagian dari konsep ilmu
ushul fiqh .
Salah
satu contoh ijtihad yang dilakukan sahabat, adalah seperti yang dilakukan oleh
Ali Karramallahu wajhah, ketika menghukumi orang yang minum khomer (arak),
beliau berkata: “Apabila seseorang meminum khomer lalu mabuk, dan ketika sudah
mabuk maka dia akan mengigau. Ketika mengigau dia akan berbuat semena-mena yang
melampaui batas, maka dia melakukan Qodzaf (mencemari nama baik atau
memfitnah). Oleh karena itu keharaman minum arak, selain ditetapkan dengan nash
shorih baik berupa al-Qur’an dan Sunnah, juga dikuatkan dengan kaidah Sadd
ad-Zari’ah.
C.
PADA ZAMAN TABI’IN.
Setelah masa kurun
sahabat beralihlah ke kurun Tabi’in. Pada kurun tabi’in yang dimulai sekitar
abad II sampai III hijriyah ini pun pembukuan ilmu usul fiqh juga belum terlalu
dibutuhkan, karena para tabi’in masih bisa mengambil teori penggalian hukum
syar’i dari para sahabat nabi yang masih tersisa, disamping itu kurun antara
nabi dan tabi’in dianggap masih dekat, sehingga mereka masih bisa
mempertanyakan langsung kepada para sahabat .
D. PADA
ZAMAN TABI’AT TABI’IN
Periode Tabi’it tabi’in adalah periode setelah
bergesernya masa kepemimpinan Khulafaurrasyidin ke masa mulkan pada abad ke-2 hijriyah, dimana kaum
muslimin telah berkembang menjalar ke daerah-daerah non Arab, yang menyebabkan beragam budaya, situasi dan kondis,
serta adat istiadat yang semakin kompleks. Sehingga munculah masalah baru yang
tidak didapati penjelasannya dalam al-Qur’an dan Sunnah.
Para Tabi’in ini
melakukan ijtihadnya di berbagai daerah islam, seperti Madinah, Kufah, Basrah
dan lain-lain. Dalam menetapkan hukum-hukum islam tersebut, banyak para Tabi’in
yang berbeda metodenya, sehingga terjadilah perbedaan dan perdebatan di antara
mereka, yang pada akhirnya memunculkan dua Madrasah Besar yang memiliki
keistemewaan masing-masing dalam konsep istinbath hukum. Yaitu antara madrasah
Madinah yang terkenal dengan metode “Riwayat Hadits” yang di pelopori Imam
Malik dan madrasah Kuffah yang terkenal dengan metode “Ahli Ro’yu” yang
dipelopori para murid Imam Abu Hanifah seperti Abu Yusuf dan Hasan as-Syaibani
. Selain itu pula terjadinya penyusupan bahasa-bahasa non arab ke dalam bahasa
arab, baik dalam ejaan, kata, ataupun susunan kalimat, serta tulisan maupun
bacaan, yang menambah deretan fenomena yang semakin mempersulit memahami
teks-teks al-Qur’an dan Sunnah. Namun pada masa ini ilmu ushul fiqh pun masih
belum di bukukan dan di susun kaidahnya.
E.
MUNCULNYA USHUL FIQIH.
Diantara ulama yang
mempunyai perhatian terhadap hal ini adalah al-Imam
Abdurrahman al Mahdi (135-198 H). Beliau meminta kepada Imam as-Syafi’i (150-204 H) untuk
menulis sebuah buku tentang prinsip-prinsip berijtihad yang dapat digunakan
sebagai pedoman secara umum. Maka lahirlah kitab AR–RISALAH (Sepucuk Surat) karya Imam As–Syafi’i sebagai
kitab pertama dalam ushul fiqh. Beliaulah orang pertama yang menulis buku ushul
fiqh
Pada abad ke-2 Hijriyah muncullah Ilmu Ushul Fiqh yang berisi susunan batas-batas dan kaidah-kaidah bahasa untuk mendukung
pemahaman nash yang belum dipahami oleh orang non Arab guna pengambilan
istimbat hukum atau ijtihad.
Pengambilan istinbath ini diperlukan karena sudah
tidak ada orang yang dapat memberikan putusan hukum secara langsung seperti
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat waktu mereka masih
hidup. Maka seluruh pembahasan tentang penggunaan dalil-dalil, batasan-batasan atau kaidah-kaidah bahasa ini yang
kemudian disebut Ilmu Ushul Fiqh.
F.
ALIRAN-ALIRAN USHUL FIQIH.
1.
Aliran Syafi’iyah
Dalam
aliran ini membahas dengan dali naqli (Al-Qura’an dan Sunnah), dan dalail aqli
(Akal Pikiran). Dalam menyusun aliran ini kaida-kaidahnya tidak terikat dengan
penyesuaian furu’.
2.
Aliran Hanafiyah
Dalam
menyusun aliran ini banyak memeprtimbangkan masala-masalah furu’ yang terdapat dalam
mazhab mereka, tegasnya mereka menyusun ushul fiqih sengaja untuk memperkuat
mazhab yang mereka anut.
Ciri
aliran ini kaidah yang disusun dalam ushul fiqih mereka semuanya dapat
diterapkan.
3.
Aliran Muta’akhirin
Aliran
ini muncul terakhir setelah aliran Syafi’iyah dan Hanafiyah, oleh sebab itu
dinamakan aliran muta’akhirin. Aliran ini menggabungkan antara aliran
Syafi’iyah dan hanafiyah.
G.
KARYA-KARYA USHUL FIQIH.
a.
Di antara
kitab-kitab dari ulama Syafi’iyah:
1)
Kitab “Al-Mustashfa”, karya Abu Hamid
Al-Ghazali Asy-Syafi’i (w. 505 H)
2)
Kitab “Al-Ahkam”, karya Abu Hasan Al-Amidi
Asy-Syafi’i (w. 613)
3)
Kitab “Al-Minhaj”, karya Al-Baidhawy
Asy-Syafi’I (w. 685)
b.
Di antara kitab-kitab
ushul fikih metode yang diambil dari persoalan-persoalan furu’, pengarangnya
adalah dari ulama Hanafiyah:
1)
Kitab “Ushul Fikih” karya Abu Zaid
Addabbusyi (w.430 H)
2)
Kitab “Fakhrul Islam” karya Al-Bazdawy
(w.430)
3)
Kitab “Al-Manar”, karya Al-Hafizh An-Nasy
(w. 790 H)
4)
Kitab “Misykatul An-War syarh Al-Manar”.
c.
Kitab-kitab yang
menerangkan tentang penerapan masalah-masalah cabang fikih dalam hubungannya
dengan kaidah-kaidah fikih, di antaranya:
1)
Kitab “Badi’un Nizham” himpunan dari dua
kitab, al-Bazhdawy dan Al-Ahkam, karya Muzaffaruddin Al-Baghdady Al-Hanafy
(w.694 H)
2)
Kitab “Taudlih lishadri Syar’iyah dan At-Tahrir”,
karya Al-Kamal Ibnu Hammam
3)
Kitab “Jami’ul Jawami’, karya As-Subki
d.
Kitab-kitab
kontemporer di zaman modern, di antaranya:
1)
Kitab “Irsyadul Fuhul Ilaa Tahqiqil Haaqi min Ilmil Ushul”, karya
As-Syaukani (w.1250 H)
2)
Kitab “Ushul Fiqh”, karya Hudri Beik (w.1827
H)
3)
Kitab “Tashilil Wushul ila ilmi Ushul”,
karya Muhammad Abdurrahman Aid Al-Mahlawy (w. 1920 H)
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dalam ilmu Ushul
Fiqih terdapat 4 masa:
1.
Zaman nabi
Pada zaman ini umat
islam masih di bawah pimpinan rasulullah
2.
Zaman sahabat
Pada zaman ini rasul
telah wafat, dan para sahabat membina umat islam dengan wahyu-wahyuNya dan
ijtihad-ijtihad rasul.
3.
Zaman tabiin
Setelah masa kurun
sahabat beralihlah ke kurun Tabi’in
4.
Zaman tabiat
tabiin
Periode setelah
bergesernya masa kepemimpinan Khulafaurrasyidin ke masa mulkan pada abad ke-2 hijriyah,
Dalam
Ushul Fiqih terdapat tiga aliran :
1.
Aliran Imam
Syafi’iyah
2.
Aliran Hanafiyah
3.
Aliran
Muta;akhirin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran nul karim
Ash Shiddieqy, Muhammad hasbi.2001. Pengantar Hukum Islam. (Semarang:
Pustaka Rizki Putra) cet ke-2
Abu Zahrah, Muhammad. 2003. Ushul Fiqih. (Jakarta: Pustaka Firdaus)
cet ke-8
Syarifuddin, Amir. 2005. Ushul Fiqih. (Jakarta: Prenada Media
Group) cet ke-3
www.wikipedia.com (18.25, 26/02/14)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar