Jumat, 28 Februari 2014

SEJARAH PERKEMBANGAN USHUL FIQIH


Text Box: 1BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG

Kegiatan ulama dalam penulisan ilmu ushul fiqh merupakan salah satu upaya dalam menjaga keasrian hukum syara’ dan menjabarkannya pada kehidupan sosial yang berubah-ubah itu. Kegiatan tersebut dimulai pada abad ketiga hijriyah.
Ushul fiqh itu terus berkembang menuju kesempurnaan hingga puncaknya ada abad kelima dan awal abad keenam hijriyah. Abad tersebut merupakan abad keemasan penulisan ilmu ushul fiqh karena banyak para ulama memusatkan perhatiannya pada ilmu tersebut. Pada abad inilah muncul kitab-kitab ushul fiqh yang menjadi standar rujukan untuk perkembangan ushul fiqh selanjutnya.
Target yang hendak dicapai oleh ilmu ushul fiqh ialah tercapainya kemampuan seseorang untuk mengetahui hukum syara’ yang bersifat furu’ dan kemampuannya untuk mengetahui metode istinbath hukum dari dalil-dalilnya dengan jalan yang benar.
Dengan demikian, orang yang mengistinbath hukum dapat terhindar dari kekeliruan. Dengan mengikuti kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dalam ilmu ushul fiqh berarti seorang mujtahid dalam berijtihadnya berpegang pada kaidah-kaidah yang benar.

B.     TUJUAN
1.       Menerapkan kaidah-kaidah, teori dan pemba- hasan dalil-dalil secara terinci dalam rangka menghasilkan hukum syar’i yang diambil dari dalil-dalil tersebut. (A. Hanafi)
2.      Menerapkan hukum-hukum syari’at Islam atas seluruh tindakan dan ucapan manusia. (Abdul Wahhab Khollaf)




 
Text Box: 2BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN USHUL FIQIH


A.    PADA ZAMAN NABI.

Pada zaman Rasulullah Saw dan juga para sahabat, ilmu ushul fiqh sudah ada dan dipraktekkan dalam penggalian hukum syar’i (istinbat hukum), namun belum terbukukan seperti saat ini, karena pada masa itu Rasulullah Saw tidak membutuhkan kaidah-kaidah ilmu ushul fiqh dalam menetapkan suatu hukum, karena semua permasalahan dapat dikembalikan dan diatasi langsung oleh Rasulullah, karena beliau merupakan mufti seluruh umat sekaligus penjelas dan pembawa hukum-hukum Allah Swt. Adapun sumber hukum yang menajadi landasan Rasul dalam berfatwa pada Al-Quran dan Sunnahnya.
Pasa zaman dahulu, Rasulullah juga melakukan ijtihad ketika tidak ada penjelasan al-Qur’an dan Sunnah.
Salah satu kesan atau bukti bahwa Rasulullah melakukan ijtihad, yaitu beliau melakukan peng-qiyasan terhadap peristiwa yang dialami oleh Umar bin Khattab ra ketika beliau bertanya kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah hari ini saya telah berbuat suatu perkara yang besar, saya mencium istri saya, padahal saya sedang berpuasa.” Lalu Rasulullah bersabda: “Bagaimana pendapatmu seandainya kamu berkumur-kumur dengan air dikala kamu sedang berpuasa?.” Lalu Umar menjawab “Hal seperti itu tidak apa-apa.”
Kemudian Rasulallah bersabda “maka tetaplah kamu berpuasa .” Peristiwa ini merupakan bukti bahwa semenjak zaman Rasulullah, ilmu ushul fiqh sudah ada dan di praktekan langsung oleh beliau dengan para sahabatnya dalam mengatasi suatu masalah hukum-hukum syariat islam tanpa membutuhkan pembukuan atau kaidah-kaidah ilmu itu sendiri, karena mereka mengetahui sebab-sebab turunnya ayat-ayat al-Qur’an (asbabul nuzul), sebab-sebab turunnya al- Hadist (asbabul wurud) serta cerdas dalam memahami kandungan makna al-Qur’an, karena mereka memiliki pengetahuan yang luas terhadap bahasa al-Qur’an yaitu bahasa arab.
B.     PADA ZAMAN SAHABAT.
Setelah wafatnya Rasulullah Saw maka yang berperan besar dalam pembentukan hukum-hukum islam adalah para sahabat. Pada masa ini banyak sahabat yang melakukan ijtihad ketika muncul suatu masalah yang tidak ditemukan nash-nashnya dalam al-Qur’an dan Hadist, pada saat berijtihad para sahabat telah menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqh meskipun pada saat itu belum dirumuskan dalam suatu ilmu dan juga tidak perlunya pembukuan karena kedekatan mereka terhadap Rasulullah serta kepintaran dan kejelian mereka, sehingga pembentukan serta kodifikasi kaidah-kaidah ushul fiqh juga.
belum terlalu duburuhkan.
 Para sahabat melakukan ijtihadnya dalam menetapkan hukum-hukum islam dengan cara perseorangan maupun secara musyawarah. Adapun Keputusan atau kesepakatan mereka dari musyawarah dapat di sebut dengan Ijma’ Sahabat (ijtihad jama’i). Selain itu para sahabat juga melakukan ijtihad dengan metode Qiyas (ijtihad fardi), yang merupakan bagian dari konsep ilmu ushul fiqh .
Salah satu contoh ijtihad yang dilakukan sahabat, adalah seperti yang dilakukan oleh Ali Karramallahu wajhah, ketika menghukumi orang yang minum khomer (arak), beliau berkata: “Apabila seseorang meminum khomer lalu mabuk, dan ketika sudah mabuk maka dia akan mengigau. Ketika mengigau dia akan berbuat semena-mena yang melampaui batas, maka dia melakukan Qodzaf (mencemari nama baik atau memfitnah). Oleh karena itu keharaman minum arak, selain ditetapkan dengan nash shorih baik berupa al-Qur’an dan Sunnah, juga dikuatkan dengan kaidah Sadd ad-Zari’ah.

C.   PADA ZAMAN TABI’IN.

Setelah masa kurun sahabat beralihlah ke kurun Tabi’in. Pada kurun tabi’in yang dimulai sekitar abad II sampai III hijriyah ini pun pembukuan ilmu usul fiqh juga belum terlalu dibutuhkan, karena para tabi’in masih bisa mengambil teori penggalian hukum syar’i dari para sahabat nabi yang masih tersisa, disamping itu kurun antara nabi dan tabi’in dianggap masih dekat, sehingga mereka masih bisa mempertanyakan langsung kepada para sahabat .

D.    PADA ZAMAN TABI’AT TABI’IN
Periode Tabi’it tabi’in adalah periode setelah bergesernya masa kepemimpinan Khulafaurrasyidin ke masa mulkan pada abad ke-2 hijriyah, dimana kaum muslimin telah berkembang menjalar ke daerah-daerah non Arab, yang menyebabkan beragam budaya, situasi dan kondis, serta adat istiadat yang semakin kompleks. Sehingga munculah masalah baru yang tidak didapati penjelasannya dalam al-Qur’an dan Sunnah.
Para Tabi’in ini melakukan ijtihadnya di berbagai daerah islam, seperti Madinah, Kufah, Basrah dan lain-lain. Dalam menetapkan hukum-hukum islam tersebut, banyak para Tabi’in yang berbeda metodenya, sehingga terjadilah perbedaan dan perdebatan di antara mereka, yang pada akhirnya memunculkan dua Madrasah Besar yang memiliki keistemewaan masing-masing dalam konsep istinbath hukum. Yaitu antara madrasah Madinah yang terkenal dengan metode “Riwayat Hadits” yang di pelopori Imam Malik dan madrasah Kuffah yang terkenal dengan metode “Ahli Ro’yu” yang dipelopori para murid Imam Abu Hanifah seperti Abu Yusuf dan Hasan as-Syaibani . Selain itu pula terjadinya penyusupan bahasa-bahasa non arab ke dalam bahasa arab, baik dalam ejaan, kata, ataupun susunan kalimat, serta tulisan maupun bacaan, yang menambah deretan fenomena yang semakin mempersulit memahami teks-teks al-Qur’an dan Sunnah. Namun pada masa ini ilmu ushul fiqh pun masih belum di bukukan dan di susun kaidahnya.
E.     MUNCULNYA USHUL FIQIH.

Diantara ulama yang mempunyai perhatian terhadap hal ini adalah al-Imam Abdurrahman al Mahdi (135-198 H). Beliau meminta kepada Imam as-Syafi’i (150-204 H) untuk menulis sebuah buku tentang prinsip-prinsip berijtihad yang dapat digunakan sebagai pedoman secara umum. Maka lahirlah kitab AR–RISALAH (Sepucuk Surat) karya Imam As–Syafi’i sebagai kitab pertama dalam ushul fiqh. Beliaulah orang pertama yang menulis buku ushul fiqh
Pada abad ke-2 Hijriyah muncullah Ilmu Ushul Fiqh yang berisi susunan batas-batas dan kaidah-kaidah bahasa untuk mendukung pemahaman nash yang belum dipahami oleh orang non Arab guna pengambilan istimbat hukum atau ijtihad.
Pengambilan istinbath ini diperlukan karena sudah tidak ada orang yang dapat memberikan putusan hukum secara langsung seperti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat waktu mereka masih hidup. Maka seluruh pembahasan tentang penggunaan dalil-dalil, batasan-batasan atau kaidah-kaidah bahasa ini yang kemudian disebut Ilmu Ushul Fiqh.

F.    ALIRAN-ALIRAN USHUL FIQIH.

1.      Aliran Syafi’iyah
Dalam aliran ini membahas dengan dali naqli (Al-Qura’an dan Sunnah), dan dalail aqli (Akal Pikiran). Dalam menyusun aliran ini kaida-kaidahnya tidak terikat dengan penyesuaian furu’.
2.      Aliran Hanafiyah
Dalam menyusun aliran ini banyak memeprtimbangkan masala-masalah furu’ yang terdapat dalam mazhab mereka, tegasnya mereka menyusun ushul fiqih sengaja untuk memperkuat mazhab yang mereka anut.
Ciri aliran ini kaidah yang disusun dalam ushul fiqih mereka semuanya dapat diterapkan.
3.      Aliran Muta’akhirin
Aliran ini muncul terakhir setelah aliran Syafi’iyah dan Hanafiyah, oleh sebab itu dinamakan aliran muta’akhirin. Aliran ini menggabungkan antara aliran Syafi’iyah dan hanafiyah.

G.    KARYA-KARYA USHUL FIQIH.

a.       Di antara kitab-kitab dari ulama Syafi’iyah:
1)      Kitab “Al-Mustashfa”, karya Abu Hamid Al-Ghazali Asy-Syafi’i (w. 505 H)
2)      Kitab “Al-Ahkam”, karya Abu Hasan Al-Amidi Asy-Syafi’i (w. 613)
3)      Kitab “Al-Minhaj”, karya Al-Baidhawy Asy-Syafi’I (w. 685)
b.      Di antara kitab-kitab ushul fikih metode yang diambil dari persoalan-persoalan furu’,  pengarangnya adalah dari ulama Hanafiyah:
1)      Kitab “Ushul Fikih” karya Abu Zaid Addabbusyi (w.430 H)
2)      Kitab “Fakhrul Islam” karya Al-Bazdawy (w.430)
3)      Kitab “Al-Manar”, karya Al-Hafizh An-Nasy (w. 790 H)
4)      Kitab “Misykatul An-War syarh Al-Manar”.
c.       Kitab-kitab yang menerangkan tentang penerapan masalah-masalah cabang fikih dalam hubungannya dengan kaidah-kaidah fikih, di antaranya:
1)      Kitab “Badi’un Nizham” himpunan dari dua kitab, al-Bazhdawy dan Al-Ahkam, karya Muzaffaruddin Al-Baghdady Al-Hanafy (w.694 H)
2)      Kitab “Taudlih lishadri Syar’iyah dan At-Tahrir”, karya Al-Kamal Ibnu Hammam
3)      Kitab “Jami’ul Jawami’, karya As-Subki
d.      Kitab-kitab kontemporer di zaman modern, di antaranya:
1)      Kitab “Irsyadul Fuhul Ilaa Tahqiqil  Haaqi min Ilmil Ushul”, karya As-Syaukani (w.1250 H)
2)      Kitab “Ushul Fiqh”, karya Hudri Beik (w.1827 H)
3)      Kitab “Tashilil Wushul ila ilmi Ushul”, karya Muhammad Abdurrahman Aid Al-Mahlawy (w. 1920 H)



















BAB III
PENUTUP

A.     KESIMPULAN

Dalam ilmu Ushul Fiqih terdapat  4 masa:
1.      Zaman nabi
Pada zaman ini umat islam masih di bawah pimpinan rasulullah
2.      Zaman sahabat
Pada zaman ini rasul telah wafat, dan para sahabat membina umat islam dengan wahyu-wahyuNya dan ijtihad-ijtihad rasul.
3.      Zaman tabiin
Setelah masa kurun sahabat beralihlah ke kurun Tabi’in
4.      Zaman tabiat tabiin
Periode setelah bergesernya masa kepemimpinan Khulafaurrasyidin ke masa mulkan pada abad ke-2 hijriyah,
                        Dalam Ushul Fiqih terdapat tiga aliran :
1.      Aliran Imam Syafi’iyah
2.      Aliran Hanafiyah
3.      Aliran Muta;akhirin.







 



DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran nul karim
Ash Shiddieqy, Muhammad hasbi.2001. Pengantar Hukum Islam. (Semarang: Pustaka Rizki Putra) cet ke-2
Abu Zahrah, Muhammad. 2003. Ushul Fiqih. (Jakarta: Pustaka Firdaus) cet ke-8
Syarifuddin, Amir. 2005. Ushul Fiqih. (Jakarta: Prenada Media Group) cet ke-3
www.wikipedia.com (18.25, 26/02/14)














Tidak ada komentar:

Posting Komentar