Senin, 04 November 2013
Rika Jayanthy mandhasarie
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam menghadapi seluruh kenyataan dalam hidupnya, manusia senantiasa
terkagum atas apa yang dilihatnya. Manusia ragu-ragu apakah ia tidak ditipu
oleh panca-inderanya, dan mulai menyadari keterbatassannya. Dalam situsi itu
banyak yang berpaling kepada agama atau kepercayaan ilahiah.
Tetapi sudah sejak awal sejarah, ternyata sikap iman penuh taqwa itu tidak
menahan manusia menggunakan akal budi dan pikirannya untuk mencari tahu apa
sebenarnya yang ada dibalik segala kenyataan (realitas) itu. Proses
mencari tahu itu menghasilkan kesadaran, yang disebut pencerahan. Jika proses
itu memiliki ciri-ciri metodis, sistematis dan koheren, dan cara mendapatkannya
dapat dipertanggungjawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan.
Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang ini kita sebut
sesuatu sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran,
fisika, matematika, dan lain sebagainya. Umat manusia lebih dulu memifikrkan
dengan bertanya tentang berbagai hakikat apa yang mereka lihat. Dan jawaban
mereka itulah yang nanti akan kita sebut sebagai sebuah jawaban filsafati.
Kegiatan manusia yang memiliki tingkat tertinggi adalah filsafat yang merupakan
pengetahuan benar meneganai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi
manusia. Bagian filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama, yaitu
pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan sebab dari segala kebenaran.
Meski bagaimanapun banyaknya gambaran yang kita dapatkan tentang filsafat,
sebenarnya masih sulit untuk mendefinisikan secara konkret apa itu filsafat dan
apa kriteria suatu pemikiran masih sulit untuk mendefinisikan secara konkret
apa itu filsafat dan apa kriteria suatu pemikiran hingga kita bisa
memvonisnya,karena filsafat bukanlah sebuah disiplin ilmu. Sebagaimana
definisinya, sejarah dan perkembangan filsafat pun takkan pernah habis untuk
dikupas. Tapi justru itulah mengapa filsafat begitu layak untuk dikaji demi
mencari serta memaknai segala esensi kehidupan.
Di dalam bab selanjutnya akan dijelaskan
mengenai perkembangan filsafat yaitu Filsafat Yunani Kuno Pra Socrates.
B.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui sejarah fisafat yunani ( filsafat alam ) sebelum Socrates.
2.
Untuk mengetahui sejarah filsafat yunani ( filsafat alam ) masa socrates.
3.
Untuk mengetahui sejarah filsafat yunani ( filsafat alam ) sesudah
socrates.
C.
Rumusan masalah
1.
Bagaimana sejarah filsafat yunani ( filsafat alam ) sebelum socrate?
2.
Bagaimana sejarah filsafat yunani ( filsafat alam ) masa socrate?
3.
Bagaimana sejarah filsafat yunani ( filsafat alam ) sesudah socrate?
BAB
II PEMBAHASAN
v Sejarah Filsafat Yunani (Filsafat
Alam)
1.
Filsafat Yunani pada masa Pra-Socrates.
Filsafat Pra Socrates Bangsa Yunani merupakan bangsa yang pertama kali
berusaha menggunakan akal untuk berpikir. Kegemaran bangsa Yunani merantau
secara tidak langsung menjadi sebab meluasnya tradisi berpikir bebas yang
dimiliki bangsa Yunani.
Menurut Barthelemy, kebebasan berpikir bangsa Yunani disebabkan karna di Yunani sebelumnya tidak pernah ada agama yang didasarkan pada kitab suci. Keadaan tersebut jelas berbeda dengan Mesir, Persia, dan India. Sedangkan Livingstone berpendapat bahwa adanya kebebasan berpikir bangsa Yunani dikarenakan kebebasan mereka dari agama dan politik secara bersamaan[1]. Lahirnya filsafat pra socrates juga disebabkan karena kemenangan akal atas dongeng atau mitos yang diterima dari agama yang memberitahukan tentang asal muasal segala sesuatu. Para pemikir atau ahli filsafat ini mencoba untuk mencari-cari jawaban tentang akibat terjadinya alam semesta beserta isinya.
Menurut Barthelemy, kebebasan berpikir bangsa Yunani disebabkan karna di Yunani sebelumnya tidak pernah ada agama yang didasarkan pada kitab suci. Keadaan tersebut jelas berbeda dengan Mesir, Persia, dan India. Sedangkan Livingstone berpendapat bahwa adanya kebebasan berpikir bangsa Yunani dikarenakan kebebasan mereka dari agama dan politik secara bersamaan[1]. Lahirnya filsafat pra socrates juga disebabkan karena kemenangan akal atas dongeng atau mitos yang diterima dari agama yang memberitahukan tentang asal muasal segala sesuatu. Para pemikir atau ahli filsafat ini mencoba untuk mencari-cari jawaban tentang akibat terjadinya alam semesta beserta isinya.
Filsafat Pra Socrates juga
dapat dikatakan sebagai filsafat alam, karena para ahli filsafat dimasa
tersebut menjadikan alam semesta sebagai objek pemikirannya. Tujuan filosofi
mereka dalam memikirkan soal alam semesta yaitu untuk mengetahui darimana
terjadinya alam atau darimana alam ini berasal, hal inilah yang menjadi sentral
persoalan bagi mereka. Pemikiran yang demikian itu merupakan pemikiran yang
sangat maju, rasional dan radikal. Sebab pada waktu itu kebanyakan orang
menerima begitu saja keadaan alam seperti apa yang dapat ditangkap dengan
indranya, tanpa mempersoalkannya lebih jauh. Sedang di lain pihak orang cukup puas menerima
keterangan tentang kejadian alam dari cerita nenek moyang.
Filosuf yang hidup pada
masa pra Socrates disebut para filosuf alam karena objek yang mereka jadikan
pokok persoalan adalah alam. Yang dimaksud dengan alam (fusis) adalah kenyataan
hidup dan kenyataan badaniah. Jadi, perhatian mereka mengarah kepada apa yang
dapat diamati[2].
Ada beberapa filosof pada masa pra socrates, yaitu :
1. Thales
Thales adalah ahli
filsafat pertama yang hidup pada abad
ke-6 sebelum masehi. Thales adalah seorang saudagar yang sering berlayar ke
Mesir. Ia menemukan ilmu ukur dari Mesir dan membawanya ke Yunani. Ia juga
dikenal sebagai seorang yang ahli dalam bidang astronomi dan metafisika.
Thales memberikan
jawaban bahwa segala sesuatu berasal dari air, ia juga menyatakan bahwa bumi
ini berasal dari air. Air adalah pusat dan sumber segala yang ada atau pokok
dari segala sesuatu. Segala sesuatu berasal dari air dan kembali ke air. Dari
air itu terjadilah tumbuh-tumbuhan dan binatang, bahkan tanah pun mengandung
air. Argumen Thales merupakan argument yang bukan hanya rasional, tetapi juga
observatif.
Pandangan Thales
merupakan cara berpikir yang sangat tinggi, karena sebelumnya, orang-orang Yunani
lebih banyak mengambil jawaban-jawaban tentang alam dengan kepercayaan dan
mitos-mitos yang dipenuhi dengan ketakhayulan. Thales telah membuka alam
pikiran dan keyakinan tentang alam dan asal muasalnya tanpa menunggu
dalil-dalil yang agamis.
Selain itu, ia juga
mengemukakan pandangan bahwa bumi terletak di atas air. Bumi dipandang sebagai
bahan yang satu kali keluar dari laut dan kemudian terapung-apung di atasnya.
Thales berpendapat
bahwa segala sesuatu di jagat raya memiliki jiwa. Jiwa tidak hanya terdapat di
dalam benda hidup tetapi juga benda mati. Teori tentang materi yang berjiwa ini
disebut hylezoisme. Argumentasi Thales didasarkan pada magnet yang
dikatakan memiliki jiwa karena mampu menggerakkan besi.
2. Anaximandros
Anaximandros adalah
salah satu murid Thales. Anaximandros adalah seorang ahli astronomi dan ilmu
bumi. Meskipun dia murid Thales namun ia mempunyai prinsip dasar alam satu akan
tetapi bukanlah dari jenis benda alam seperti air sebagai mana yang dikatakan
oleh gurunya.
Prinsip dasar alam
haruslah dari jenis yang tak terhitung dan tak terbatas yang oleh dia disebut
Apeiron yaitu zat yang tak terhingga dan tak terbatas serta tidak dapat
dirupakan dan tidak ada persamaannnya dengan apapun. Meskipun tentang teori asal kejadian alam tidak
begitu jelas namun dia adalah seorang yang cakap dan cerdas. Pendapatnya yang
lain yaitu, bumi seperti silinder, lebarnya tiga kali lebih besar dari tingginya.
Sedangkan bumi tidak terletak atau bersandar pada sesuatu pun[3].
3. Anaximenes
Anaximenes berpendapat bahwa udara merupakan
asal usul segala sesuatu. Udara melahirkan semua benda dalam alam semesta ini
karena suatu proses pemadatan dan pengeceran, kalau udara semakin bertambah
maka muncullah berturut-turut angin, air, tanah dan akhirnya batu. Sebaliknya
kalau udara itu menjadi encer yang timbul adalah api.
Pandangan Anaximenes tentang susunan jagat raya bertolak belakang dengan Anaximandros. Menurut Anaximenes bumi ini seperti meja bundar dan melayang di atas udara. Demikian pula matahari, bulan dan bintang. Benda-benda yang ada dijagad raya itu tidak terbenam di bawah bumi
sebagaimana yang dipikirkan Anaximandros tetapi mengelilingi bumi yang datar
itu, matahari lenyap pada waktu malam tertutup di belakang bagian-bagian tinggi[4].
4. Pythagoras
Pythagoras lahir
dipulau Samos yang termasuk daerah Ionia. Dalam kota ini Pythagoras mendirikan
suatu tarekat beragama yang bersifat religious, mereka menghomati dewa Apollo.
Menurut kepercayaan Pythagoras, jiwa manusia asalnya dari Tuhan, jiwa itu
adalah penjelmaan dari tuhan yang jatuh kedunia karena berdosa dan dia akan
kembali kelangit kedalam lingkungan tuhan semula apabila dosanya itu sudah
habis dicuci, hidup didunia ini adalah persediaan buat akhirat. Sebab itu dari
sekarang dikerjakan hidup untuk hari kemudian.
Pythagoras tersebut juga sebagai ahli pikir. Terutama dalam ilmu matematik
dan ilmu berhitung. Falsafah pemikirannya banyak diilhami oleh rahasia
angka-angka. Dunia angka adalah dunia kepastian dan dunia ini erat hubungannya
dengan dunia bentuk. Dari sini dapat dilihat kecakapannya dia dalam matematik
mempengaruhi terhadap pemikiran filsafatnya sehingga pada segala keadaan ia
melihat dari angka-angka dan merupakan paduan dari unsur angka.
5. Heraclitos
Ia lahir dikota Ephesos
diasi minor, ia mempunyai pendangan yang berbeda dengan filosof-filosof
sebelumnya. Ia menyatakan bahwa asal segala suatu hanyalah satu yakni api. Ia memandang
bahwa api sebagai unsur yang asal pandangannya semata-mata tidak terikat pada
alam luaran, alam besar, seperti pandangan filosof-filosof Miletos.
Segala kejadian didunia ini serupa dengan api yang tidak putusnya dengan
berganti-ganti memakan dan menghidupi dirinya sendiri segala permulaan adalah
mula dari akhirnya. Segala hidup mula dari pada matinya. Didunia ini tidak ada
yang tetap semuanya mengalir. Tidak sulit untuk mengerti apa sebab Heraklitos
memilih api. Nyala api senantiasa memakan bahan bakar yang baru dan bahan bakar
itu dan berubah menjadi abu dan asap. Oleh karena itu api cocok sekali untuk
melambangkan suatu kesatuan dalam perubahan. Api mempunyai sifat memusnahkan segala yang ada,
dan mengubah segala sesuatu itu menjadi abu dan asap. Walaupun sesuatu itu apabila dibakar
menjadi abu dan asap, toh adanya api tetap ada. Segala sesuatunya berasal dari
api, dan akan kembali menjadi api[5]. Pernyataan itu mengandung pengertian bahwa kebenaran selalu berubah,
tidak tetap. Pengertian adil pada hari ini belum tentu masih benar besok. Hari
ini 2 x 2 = 4 besok dapat saja bukan empat. Pandangan ini merupakan warna dasar
filsafat sofisme[6].
2.
Filsafat yunani pada Masa Socrates.
Filsafat pada masa
Socrates sering juga di sebut dengan filsafat periode klasik. Akan tetapi,
Socrates belum sampai pada suatu system filosofi, yang memberikan nama klasik
kepada filosofi itu. Ia baru membuka jalan. Ia baru mencari kebenaran. Ia belum
sampai menegakkan suatu system pandangan. Tujuannya terbatas hingga mencari
dasar yang baru dan kuat bagi kebenaran dan moral.
Sistem ajaran filsafat klasik baru dibangun oleh Plato dan Aristoteles,
berdasarkan ajaran Socrates tentang pengetahuan dan etika beserta filosofi alam
yang berkembang sebelum Socrates.
Socrates lahir di
Athena pada tahun 470 SM dan meninggal pada tahun 399 SM. Bapaknya adalah
tukang pembuat patung, sedangkan ibunya seorang bidan.
Socrates terkenal sebagai orang yang berbudi baik, jujur, dan adil. Cara
penyampaian pemikirannya kepada para pemuda mengunakan metode Tanya jawab. Socrates
juga dikenal sebagai seorang yang tidak tampan, berpakaian sederhana, tanpa
alas kaki dan berkeliling mendatangi masyarakat Athena untuk berdiskusi soal filsafat. Dia melakukan ini pada awalnya didasari satu motif religius untuk membenarkan suara gaib yang didengar seorang kawannya dari Oracle Delphi yang mengatakan bahwa tidak ada orang yang lebih bijak dari Socrates.
Merasa diri tidak bijak dia berkeliling membuktikan kekeliruan suara tersebut,
dia datangi satu demi satu orang-orang yang dianggap bijak oleh masyarakat pada saat itu dan dia ajak diskusi tentang berbagai masalah kebijaksanaan.
Metode berfilsafatnya inilah yang dia sebut sebagai metode kebidanan. Dia
memakai analogi seorang bidan yang membantu kelahiran seorang bayi dengan caranya berfilsafat yang membantu lahirnya pengetahuan melalui
diskusi panjang dan mendalam. Dia selalu mengejar definisi absolut tentang satu
masalah kepada orang-orang yang dianggapnya bijak tersebut meskipun kerap kali
orang yang diberi pertanyaan gagal melahirkan definisi tersebut. Pada akhirnya
Socrates membenarkan suara gaib tersebut berdasar satu pengertian bahwa dirinya adalah yang paling
bijak karena dirinya tahu bahwa dia tidak bijaksana sedangkan mereka yang
merasa bijak pada dasarnya adalah tidak bijak karena mereka tidak tahu kalau
mereka tidak bijaksana.
Cara berfilsafatnya inilah yang memunculkan rasa sakit hati para kaum sofis
terhadap Sokrates karena setelah penyelidikan itu maka akan tampak bahwa mereka
yang dianggap bijak oleh masyarakat ternyata tidak mengetahui apa yang
sesungguhnya mereka duga mereka ketahui. Rasa sakit hati inilah yang nantinya
akan berujung pada kematian Sokrates melalui peradilan dengan tuduhan resmi
merusak generasi muda, sebuah tuduhan yang sebenarnya dengan gampang dipatahkan
melalui pembelaannya sebagaimana tertulis dalam Apologi karya Plato. Socrates
pada akhirnya wafat pada usia tujuh puluh tahun dengan cara meminum racun sebagaimana keputusan yang diterimanya dari pengadilan dengan hasil voting
280 mendukung hukuman mati dan 220 menolaknya.
Adapun filsafah pemikiran Socrates, diantaranya adalah pernyataan adanya
kebenaran objektif, yaitu yang tidak bergantung kepada aku dan kita, dalam
membenarkan kebenaran yang objektif, ia menggunakan metode tertentu yang
terkenal dengan metode dialektika. Dialektika berasal dari kata Yunani yang
berarti bercakap-cakap atau dialog. Didalam berdialog, ia akan menganalisis
pendapat-pendapat. Setiap orang mempunyai pendapat mengenai salah dan benar. Ia
bertanya kepada negarawan, hakim, tukang, pedagang, dan sebagainya. Menurut
Xenophon, ia bertanya tentang benar-salah, adil-zalim, berani-pengecut, dan
lain-lain kepada siapapun yang menurutnya patut ditanya. Socrates selalu
menganggap jawaban pertama sebagai hipotesis, dan dengan jawaban yang lebih
lanjut, menarik konsekuensi yang dapat disimpulkan dari jawaban tersebut. Jika
tenyata hipotesis pertama tidak dapat dipertahankan, karena menghasilkan
konsekuensi yang mustahil, hipotesis itu diganti dengan hipotesis lain, lalu
hipotesis kedua ini diselidiki dengan jawaban-jawaban lain, dan begitu
seterusnya. Sering terjadi, percakapan itu berkhir dengan kebingungan. Akan
tetapi, tidak jarang, dialog itu menghasilkan suatu definisi yang dianggap
berguna. (Ahmad Syadali dan Mudzakkir, 2004 : 66-67 ).
Dari metode dialektikanya, ia menemukan dua penemuan metode yang lain,
yaitu induksi dan definisi. Ia menggunakan istilah induksi manakala
pemikiran betolak dari pengetahuan yang khusus, lalu ia menyimpulkannya dengan
pengertian umum. Pengertian umum diperoleh dari mengambil sifat-sifat yang sama
(umum) dari masing-masing kasus khusus dan cirri-ciri khusus yang tidak
disetujui bersama disisihkan. Ciri umum tersebut dinamakan ciri esensi dan
semua ciri khusus itu dinamakan ciri-ciri eksistensi. Suatu definisi dibuat
dengan menyebutkan semua ciri esensi suatu objek dengan menyisihkan semua ciri
eksestensinya. Demikianlah jalan untuk memperoleh definisi tentang suatu
persoalan. (Ahmad Syadali dan Mudzakkir, 2004 : 66-67 ). Begitulah cara
Socrates mencapai pengertian. Melalui induksi sampai definisi. Definisi, yaitu
pembentukan pengertian yang berlaku universal. Pengertian menurut paham
Socrates sama dengan apa yang disebut Kant: prinsip regulative dan dasar
menyusun. Dengan jalan begitu, hasil yang dicapai tidak lagi takluk kepada
paham subjektif, seperti yang diajarkan kaum Sofis, melainkan umum sifatnya,
berlaku untuk selama-lamanya.Induksi dan definisi menuju pengetahuan yang
berdasarkan pengertian.
Dengan cara itu, Socrates membangun jiwa lawannya berdialog tentang
keyakinan bahwa kebenaran tidak diperoleh begitu saja sebagai ayam panggang
terlompat ke dalam mulut yang ternganga, melainkan dicari dengan perjuangan
seperti memperoleh segala barang yang tertinggi nilainya. Dengan cara mencari
kebenaran seperti itu, terlaksana pula tujuan yang lain, yaitu membentuk
karakter.
Selain memiliki metode dialektika yang digunakan untuk mencari suatu
kebenaran, Socrates juga memiliki suatu falsafah tentang etika. Mohammad Hatta
(1986 : 83-84) menjelaskan bahwa pandangan Socrates tentang etika bermula dari
definisinya tentang budi. Menurut Socrates, budi adalah tau. Inilah inti dari
etikanya, orang yang berpengatahuan dengan sendirinya akan berbudi baik. Paham
etikanya merupakan kelanjutan dari metodenya. Induksi dan definisi menuju
pada pengetahuan yang berdasarkan pengertian.
Selanjutnya, peninggalan
pemikiran Socrates yang paling penting ada pada cara dia berfilsafat dengan
mengejar satu definisi absolut atas satu permasalahan melalui satu dialektika. Pengejaran pengetahuan hakiki melalui penalaran dialektis menjadi pembuka
jalan bagi para filsuf selanjutnya. Perubahan fokus filsafat dari memikirkan alam menjadi manusia
juga dikatakan sebagai jasa dari Sokrates. Manusia menjadi objek filsafat yang penting setelah sebelumnya dilupakan oleh para
pemikir hakikat alam semesta. Pemikiran tentang
manusia ini menjadi landasan bagi perkembangan filsafat etika dan epistemologis
di kemudian hari. Sumbangsih Socrates yang terpenting bagi pemikiran Barat
adalah metode penyelidikannya, yang dikenal sebagai metode elenchos, yang banyak diterapkan untuk menguji konsep moral yang pokok. Karena itu,
Socrates dikenal sebagai bapak dan sumber etika atau filsafat moral, dan juga
filsafat secara umum[7].
3.
Filsafat Yunani Sesudah Masa Socretes.
Membicarakan filsafat Yunani sesudah masa Socrates sama artinya
membicarakan mengenai pemikiran filosof-filosof sesudahnya. Disini pemakalah
membatasi untuk membahas mengenai pemikiran Plato dan Aristoteles saja.
1.
Plato
Plato adalah seorang filosof Barat yang paling populer dan dihormati di
antara filosof lainnya. Karya-karyanya menjadi rujukan awal bagi perkembangan
filsafat dunia. Plato dilahirkan di Athena sekitar tahun 427 SM, pada masa
akhir zaman keemasan Athena setelah setahun kekuasaan Pericles berakhir, atau
tiga tahun sejak perang Athena dengan Sparta. Keluarganya paling terpandang di
Athena.
Ayahnya, Ariston adalah keturunan raja terakhir Athena. Ibunya, Perictione
adalah keturunan Solon, seorang aristokrat reformis yang menulis undang-undang
tentang demokrasi Athena. Kehidupan Plato dalam lingkungan aristokrat
membuatnya cukup dikenal di kalangan pejabat tinggi Athena, walau ia seorang
yang pendiam dan dingin.
Pemikiran filsafatnya
sangat dipengaruhi oleh gurunya, Socrates, yang telah mengajarinya selama 8
tahun. Pemikiran Plato pun banyak dipengaruhi oleh Socrates. Plato adalah guru
dari Aristoteles. Karyanya yang paling
terkenal ialah Republik (dalam bahasa Yunani Πολιτεία atau Politeia, "negeri")
yang di dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya pada keadaan
"ideal". Dia juga menulis 'Hukum' dan banyak dialog di mana Socrates adalah peserta utama. Salah satu perumpamaan Plato yang termasyhur adalah
perumpaan tentang orang di gua. Cicero mengatakan Plato scribend est mortuus (Plato meninggal ketika
sedang menulis).
Ciri-ciri Karya-karya Plato yang pertama adalah Bersifat Sokratik yang dalam
Karya-karya yang ditulis pada masa mudanya, Plato selalu menampilkan
kepribadian dan karangan Sokrates sebagai topik utama karangannya. ciri yang
kedua adalah Berbentuk dialog Hampir semua karya Plato ditulis dalam
nada dialog. Dalam Surat VII, Plato berpendapat bahwa pena dan tinta
membekukan pemikiran sejati yang ditulis dalam huruf-huruf yang membisu.
Oleh karena itu, menurutnya, jika pemikiran itu perlu dituliskan, maka
yang paling cocok adalah tulisan yang berbentuk dialog. sedangkan ciri yang
ketiga adalah Adanya mite-mite Plato menggunakan mite-mite untuk
menjelaskan ajarannya yang abstrak dan adiduniawi Verhaak menggolongkan tulisan Plato ke dalam karya sastra bukan ke dalam
karya ilmiah yang sistematis karena dua ciri yang terakhir, yakni dalam
tulisannya terkandung mite-mite dan berbentuk dialog.
Sumbangsih Plato yang
terpenting adalah pandangannya mengenai idea. Pandangan Plato terhadap idea-idea dipengaruhi oleh pandangan Sokrates
tentang definisi. Idea yang dimaksud oleh Plato bukanlah ide yang dimaksud oleh orang modern.
Orang-orang modern berpendapat ide adalah gagasan atau tanggapan yang ada di dalam pemikiran saja.Menurut
Plato idea tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Idea tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang
tergantung pada idea. Idea adalah citra pokok dan perdana dari realitas, nonmaterial, abadi,
dan tidak berubah. Idea sudah ada dan berdiri sendiri di luar pemikiran kita.
Idea-idea ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Misalnya, idea tentang
dua buah lukisan tidak dapat terlepas dari idea dua, idea dua itu sendiri tidak
dapat terpisah dengan idea genap.Namun, pada akhirnya terdapat puncak yang
paling tinggi di antara hubungan idea-idea tersebut. Puncak inilah
yang disebut idea yang “indah”. Idea ini melampaui segala idea yang ada.
Dunia indrawi adalah
dunia yang mencakup benda-benda jasmani yang konkret, yang dapat dirasakan oleh
panca indera kita Dunia indrawi ini tiada lain hanyalah refleksi atau bayangan
daripada dunia ideal. Selalu terjadi perubahan dalam dunia indrawi ini. Segala sesuatu yang terdapat dalam dunia jasmani ini fana, dapat
rusak, dan dapat mati.
Dunia idea adalah dunia
yang hanya terbuka bagi rasio kita. Dalam dunia ini tidak ada perubahan, semua
idea bersifat abadi dan tidak dapat diubah. Hanya ada satu idea “yang bagus”,
“yang indah”. Di dunia idea semuanya sangat sempurna. Hal ini tidak hanya
merujuk kepada barang-barang kasar yang bisa dipegang saja, tetapi juga
mengenai konsep-konsep pikiran, hasil buah intelektual. Misalkan saja konsep mengenai "kebajikan" dan
"kebenaran".
Pandangan Plato tentang
karya seni dipengaruhi oleh pandangannya tentang ide Sikapnya terhadap
karya seni sangat jelas dalam bukunya Politeia (Republik). Plato memandang
negatif karya seni. Ia menilai karya seni sebagai mimesis mimesos.
Menurut Plato, karya seni hanyalah tiruan dari realita yang ada. Realita yang ada adalah tiruan (mimesis) dari yang asli. Yang asli itu
adalah yang terdapat dalam ide. Ide jauh lebih unggul, lebih baik, dan lebih indah daripada yang nyata ini.
Pemahaman Plato tentang
keindahan yang dipengaruhi pemahamannya tentang dunia indrawi, yang terdapat dalam Philebus. Plato berpendapat bahwa keindahan
yang sesungguhnya terletak pada dunia ide. Ia berpendapat bahwa kesederhanaan
adalah ciri khas dari keindahan, baik dalam alam semesta maupun dalam karya
seni. Namun, tetap saja, keindahan yang ada di dalam alam semesta ini hanyalah keindahan semu dan merupakan keindahan pada tingkatan yang lebih rendah.
B. Aristoteles
Aristoteles lahir di Stagira, kota di wilayah Chalcidice, Thracia, Yunani (dahulunya termasuk wilayah Makedonia tengah) tahun 384 SM. Ayahnya adalah tabib pribadi Raja Amyntas
dari Makedonia. Pada usia 17 tahun,
Aristoteles menjadi murid Plato. Belakangan ia meningkat menjadi guru di Akademi Plato di Athena selama 20 tahun. Aristoteles meninggalkan akademi tersebut setelah Plato
meninggal, dan menjadi guru bagi Alexander dari Makedonia. Saat Alexander berkuasa di tahun 336 SM, ia kembali ke Athena. Dengan dukungan dan bantuan dari Alexander, ia
kemudian mendirikan akademinya sendiri yang diberi nama Lyceum, yang dipimpinnya sampai tahun 323 SM. Perubahan politik seiring jatuhnya Alexander menjadikan dirinya harus
kembali kabur dari Athena guna menghindari nasib naas sebagaimana dulu dialami
Socrates. Aristoteles meninggal tak lama setelah pengungsian tersebut.
Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan.
Dalam bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis. Karyanya ini menggambarkan kecenderungannya
akan analisa kritis, dan pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan pada
alam
Berlawanan dengan Plato
yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, Aristoteles
menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis).
Pemikiran lainnya adalah tentang gerak dimana dikatakan semua benda bergerak
menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak teleologis. Karena
benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada penggerak dimana
penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak
pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan theos, yaitu yang
dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan. Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap
sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian,
dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen
dan berpikir induktif (inductive thinking).
Hal lain dalam kerangka
berpikir yang menjadi sumbangan penting Aristoteles adalah silogisme yang dapat
digunakan dalam menarik kesimpulan yang baru yang tepat dari dua kebenaran yang
telah ada. Misalkan ada dua pernyataan (premis):
Setiap
manusia pasti akan mati (premis mayor).
Sokrates
adalah manusa (premis minor)
maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa Sokrates pasti akan mati
Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari
bentuk demokrasi dan monarki. Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia
dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya
melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti Fisika, Astronomi,
Biologi, Psikologi, Metafisika (misalnya studi tentang prisip-prinsip awal mula
dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan bahkan
teori retorika dan puisi.
Di bidang seni,
Aristoteles memuat pandangannya tentang keindahan dalam buku Poetike. Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan. Ia
mengatakan bahwa pengetahuan dibangun atas dasar pengamatan dan penglihatan.
Menurut Aristoteles keindahan menyangkut keseimbangan ukuran yakni ukuran
material. Menurut Aristoteles sebuah karya seni adalah sebuah perwujudan
artistik yang merupakan hasil chatarsis disertai dengan estetika. Chatarsis adalah pengungkapan kumpulan perasaan
yang dicurahkan ke luar. Kumpulan perasaan itu disertai dorongan normatif.
Dorongan normatif yang dimaksud adalah dorongan yang akhirnya memberi wujud
khusus pada perasaan tersebut. Wujud itu ditiru dari apa yang ada di dalam
kenyataan. Aristoteles juga mendefinisikan pengertian sejarah yaitu Sejarah
merupakan satu sistem yang meneliti suatu kejadian sejak awal dan tersusun
dalam bentuk kronologi. Pada masa yang sama, menurut beliau juga Sejarah adalah
peristiwa-peristiwa masa lalu yang mempunyai catatan, rekod-rekod atau
bukti-bukti yang konkrit.
Pada masanya, pemikiran Aristoteles sangat berpengaruh pada pemikiran Barat
dan pemikiran keagamaan lain pada umumnya. Penyelarasan pemikiran Aristoteles
dengan teologi Kristiani dilakukan oleh Santo Thomas
Aquinas di abad ke-13, dengan teologi Yahudi oleh Maimonides (1135 – 1204), dan dengan teologi Islam oleh Ibnu Rusyid (1126 – 1198). Bagi manusia abad pertengahan, Aristoteles tidak saja
dianggap sebagai sumber yang otoritatif terhadap logika dan metafisika,
melainkan juga dianggap sebagai sumber utama dari ilmu pengetahuan, atau "the
master of those who know"[8].
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas
dapat diambil kesimpulan, yaitu :
ü Pada masa pra-socrates para filusuf mengkaji tentang asal muasal alam
semesta beserta isinya.
Ada beberapa filosof pada masa pra socrates, yaitu :
1) Thales 624-625 SM : menyatakan bahwa air adalah prinsip dasar (dalam bahasa Yunani arche) segala sesuatu. Air menjadi pangkal, pokok, dan dasar dari
segala-galanya yang ada di alam semesta. Berkat kekuatan dan daya kreatifnya
sendiri, tanpa ada sebab-sebab di luar dirinya, air mampu tampil dalam segala
bentuk, bersifat mantap, dan tak terbinasakan. Argumentasi Thales terhadap pandangan
tersebut adalah bagaimana bahan makanan semua makhluk hidup mengandung air dan
bagaimana semua makhluk hidup juga memerlukan air untuk hidup. Selain itu, air
adalah zat yang dapat berubah-ubah bentuk (padat, cair, dan gas) tanpa menjadi
berkurang.
2) Anaximandros : Prinsip dasar alam haruslah dari jenis yang tak terhitung
dan tak terbatas yang oleh dia disebut Apeiron yaitu zat yang tak terhingga dan
tak terbatas dan tidak dapat dirupakan tidak ada persamaannnya dengan apapun.
3) Anaximanes : berpendapat bahwa udara merupakan asal usul segala sesuatu. Udara
melahirkan semua benda dalam alam semesta ini karena suatu proses pemadatan dan
pengeceran, kalau udara semakin bertambah maka muncullah berturut-turut angin,
air, tanah dan akhirnya batu. Sebaliknya kalau udara itu menjadi encer yang
timbul adalah api.
4) Pythagoras (582-496 SM) : Pythagoras dan murid-muridnya percaya bahwa
segala sesuatu di dunia ini berhubungan dengan matematika, dan merasa bahwa segalanya dapat diprediksikan dan diukur dalam siklus beritme. Ia percaya keindahan matematika disebabkan segala fenomena alam dapat dinyatakan dalam bilangan-bilangan atau perbandingan
bilangan.
5) Heraclitos : Heraclitos mengemukakan pendapatnya, bahwa segala yang ada selalu berubah
dan sedang menjadi, ia mempercayai bahwa arche (asas yang pertama dari alam
semesta) adalah api. Karena api dianggapnya sebagai lambang perubahan dan
kesatuan. Api mempunyai sifat memusnahkan segala yang ada, dan mengubahnya
sesuatu itu menjadi abu dan asap. Walaupun sesuatu itu apabila dibakar menjadi
abu dan asap, toh adanya api tetap ada. Segala sesuatunya berasal dari api, dan
akan kembali menjadi api.
ü Pada masa socrates mengkaji tentang pencarian kebenaran yang objectif dan
budi pekerti serta etika.
ü Pada masa sesudah socrates, para filusuf mengembangkan teori dan metode
yang diajarkan oleh socrates sehingga ilmu filsafat mulai berkembang luas.
Ada beberapa filosof pada masa pasca-socrates, yaitu :
1) Plato (427-347 SM) : Sumbangsih Plato yang terpenting adalah pandangannya
mengenai idea. Pandangan Plato terhadap idea-idea dipengaruhi oleh pandangan Sokrates
tentang definisi. Idea yang dimaksud oleh Plato bukanlah ide yang dimaksud oleh orang modern.
Orang-orang modern berpendapat ide adalah gagasan atau tanggapan yang ada di dalam pemikiran saja.Menurut
Plato idea tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Idea tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang
tergantung pada idea. Idea adalah citra pokok dan perdana dari realitas, nonmaterial, abadi,
dan tidak berubah. Idea sudah ada dan berdiri sendiri di luar pemikiran kita.
Idea-idea ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
2) Aristoteles (384-322 SM)
§ Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan.
§ Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan
mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis.
§ Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive
reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari
setiap pelajaran tentang logika formal.
§ Hal lain dalam kerangka berpikir yang menjadi sumbangan penting Aristoteles
adalah silogisme yang dapat digunakan dalam menarik kesimpulan yang baru yang
tepat dari dua kebenaran yang telah ada.
2. kritik dan saran
Didalam
pembuatan makalah ini tentunya penulis memiliki banyak kekeliruan yang mungkin
tidak disadari oleh penulis. Dari itu, diharapkan kepada seluruh pembaca, jika
menemukan kekeliruan dalam makalah yang kami buat ini, maka penulis berharap
pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun, supaya penulis tidak
lagi melakukan kesalahan yang sama. Dan demi mewujudkan karya-karya ilmiah yang
lebih baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Hadiwijono,
Harun, 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 1,Kanisus : Yogyakarta
Muzairi, 2009. Filsafat
Umum, Yogyakarta : Teras
Tafsir, Ahmad,
2010, Filsafat Umum, Bandung : Remaja Rosdakarya
[2] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1,Kanisus :
Yogyakarta, 1980, 16.
[3] Muzairi, Filsafat Umum, Yogyakarta : Teras, 2009, h. 46
[5] Muzairi, Op.Cit., 49
[6] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Bandung : Remaja Rosdakarya,
2010, h. 49
mantap deh blognya
BalasHapus