Jumat, 28 Februari 2014

SEJARAH PERKEMBANGAN USHUL FIQIH


Text Box: 1BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG

Kegiatan ulama dalam penulisan ilmu ushul fiqh merupakan salah satu upaya dalam menjaga keasrian hukum syara’ dan menjabarkannya pada kehidupan sosial yang berubah-ubah itu. Kegiatan tersebut dimulai pada abad ketiga hijriyah.
Ushul fiqh itu terus berkembang menuju kesempurnaan hingga puncaknya ada abad kelima dan awal abad keenam hijriyah. Abad tersebut merupakan abad keemasan penulisan ilmu ushul fiqh karena banyak para ulama memusatkan perhatiannya pada ilmu tersebut. Pada abad inilah muncul kitab-kitab ushul fiqh yang menjadi standar rujukan untuk perkembangan ushul fiqh selanjutnya.
Target yang hendak dicapai oleh ilmu ushul fiqh ialah tercapainya kemampuan seseorang untuk mengetahui hukum syara’ yang bersifat furu’ dan kemampuannya untuk mengetahui metode istinbath hukum dari dalil-dalilnya dengan jalan yang benar.
Dengan demikian, orang yang mengistinbath hukum dapat terhindar dari kekeliruan. Dengan mengikuti kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dalam ilmu ushul fiqh berarti seorang mujtahid dalam berijtihadnya berpegang pada kaidah-kaidah yang benar.

B.     TUJUAN
1.       Menerapkan kaidah-kaidah, teori dan pemba- hasan dalil-dalil secara terinci dalam rangka menghasilkan hukum syar’i yang diambil dari dalil-dalil tersebut. (A. Hanafi)
2.      Menerapkan hukum-hukum syari’at Islam atas seluruh tindakan dan ucapan manusia. (Abdul Wahhab Khollaf)




 
Text Box: 2BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN USHUL FIQIH


A.    PADA ZAMAN NABI.

Pada zaman Rasulullah Saw dan juga para sahabat, ilmu ushul fiqh sudah ada dan dipraktekkan dalam penggalian hukum syar’i (istinbat hukum), namun belum terbukukan seperti saat ini, karena pada masa itu Rasulullah Saw tidak membutuhkan kaidah-kaidah ilmu ushul fiqh dalam menetapkan suatu hukum, karena semua permasalahan dapat dikembalikan dan diatasi langsung oleh Rasulullah, karena beliau merupakan mufti seluruh umat sekaligus penjelas dan pembawa hukum-hukum Allah Swt. Adapun sumber hukum yang menajadi landasan Rasul dalam berfatwa pada Al-Quran dan Sunnahnya.
Pasa zaman dahulu, Rasulullah juga melakukan ijtihad ketika tidak ada penjelasan al-Qur’an dan Sunnah.
Salah satu kesan atau bukti bahwa Rasulullah melakukan ijtihad, yaitu beliau melakukan peng-qiyasan terhadap peristiwa yang dialami oleh Umar bin Khattab ra ketika beliau bertanya kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah hari ini saya telah berbuat suatu perkara yang besar, saya mencium istri saya, padahal saya sedang berpuasa.” Lalu Rasulullah bersabda: “Bagaimana pendapatmu seandainya kamu berkumur-kumur dengan air dikala kamu sedang berpuasa?.” Lalu Umar menjawab “Hal seperti itu tidak apa-apa.”
Kemudian Rasulallah bersabda “maka tetaplah kamu berpuasa .” Peristiwa ini merupakan bukti bahwa semenjak zaman Rasulullah, ilmu ushul fiqh sudah ada dan di praktekan langsung oleh beliau dengan para sahabatnya dalam mengatasi suatu masalah hukum-hukum syariat islam tanpa membutuhkan pembukuan atau kaidah-kaidah ilmu itu sendiri, karena mereka mengetahui sebab-sebab turunnya ayat-ayat al-Qur’an (asbabul nuzul), sebab-sebab turunnya al- Hadist (asbabul wurud) serta cerdas dalam memahami kandungan makna al-Qur’an, karena mereka memiliki pengetahuan yang luas terhadap bahasa al-Qur’an yaitu bahasa arab.
B.     PADA ZAMAN SAHABAT.
Setelah wafatnya Rasulullah Saw maka yang berperan besar dalam pembentukan hukum-hukum islam adalah para sahabat. Pada masa ini banyak sahabat yang melakukan ijtihad ketika muncul suatu masalah yang tidak ditemukan nash-nashnya dalam al-Qur’an dan Hadist, pada saat berijtihad para sahabat telah menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqh meskipun pada saat itu belum dirumuskan dalam suatu ilmu dan juga tidak perlunya pembukuan karena kedekatan mereka terhadap Rasulullah serta kepintaran dan kejelian mereka, sehingga pembentukan serta kodifikasi kaidah-kaidah ushul fiqh juga.
belum terlalu duburuhkan.
 Para sahabat melakukan ijtihadnya dalam menetapkan hukum-hukum islam dengan cara perseorangan maupun secara musyawarah. Adapun Keputusan atau kesepakatan mereka dari musyawarah dapat di sebut dengan Ijma’ Sahabat (ijtihad jama’i). Selain itu para sahabat juga melakukan ijtihad dengan metode Qiyas (ijtihad fardi), yang merupakan bagian dari konsep ilmu ushul fiqh .
Salah satu contoh ijtihad yang dilakukan sahabat, adalah seperti yang dilakukan oleh Ali Karramallahu wajhah, ketika menghukumi orang yang minum khomer (arak), beliau berkata: “Apabila seseorang meminum khomer lalu mabuk, dan ketika sudah mabuk maka dia akan mengigau. Ketika mengigau dia akan berbuat semena-mena yang melampaui batas, maka dia melakukan Qodzaf (mencemari nama baik atau memfitnah). Oleh karena itu keharaman minum arak, selain ditetapkan dengan nash shorih baik berupa al-Qur’an dan Sunnah, juga dikuatkan dengan kaidah Sadd ad-Zari’ah.

C.   PADA ZAMAN TABI’IN.

Setelah masa kurun sahabat beralihlah ke kurun Tabi’in. Pada kurun tabi’in yang dimulai sekitar abad II sampai III hijriyah ini pun pembukuan ilmu usul fiqh juga belum terlalu dibutuhkan, karena para tabi’in masih bisa mengambil teori penggalian hukum syar’i dari para sahabat nabi yang masih tersisa, disamping itu kurun antara nabi dan tabi’in dianggap masih dekat, sehingga mereka masih bisa mempertanyakan langsung kepada para sahabat .

D.    PADA ZAMAN TABI’AT TABI’IN
Periode Tabi’it tabi’in adalah periode setelah bergesernya masa kepemimpinan Khulafaurrasyidin ke masa mulkan pada abad ke-2 hijriyah, dimana kaum muslimin telah berkembang menjalar ke daerah-daerah non Arab, yang menyebabkan beragam budaya, situasi dan kondis, serta adat istiadat yang semakin kompleks. Sehingga munculah masalah baru yang tidak didapati penjelasannya dalam al-Qur’an dan Sunnah.
Para Tabi’in ini melakukan ijtihadnya di berbagai daerah islam, seperti Madinah, Kufah, Basrah dan lain-lain. Dalam menetapkan hukum-hukum islam tersebut, banyak para Tabi’in yang berbeda metodenya, sehingga terjadilah perbedaan dan perdebatan di antara mereka, yang pada akhirnya memunculkan dua Madrasah Besar yang memiliki keistemewaan masing-masing dalam konsep istinbath hukum. Yaitu antara madrasah Madinah yang terkenal dengan metode “Riwayat Hadits” yang di pelopori Imam Malik dan madrasah Kuffah yang terkenal dengan metode “Ahli Ro’yu” yang dipelopori para murid Imam Abu Hanifah seperti Abu Yusuf dan Hasan as-Syaibani . Selain itu pula terjadinya penyusupan bahasa-bahasa non arab ke dalam bahasa arab, baik dalam ejaan, kata, ataupun susunan kalimat, serta tulisan maupun bacaan, yang menambah deretan fenomena yang semakin mempersulit memahami teks-teks al-Qur’an dan Sunnah. Namun pada masa ini ilmu ushul fiqh pun masih belum di bukukan dan di susun kaidahnya.
E.     MUNCULNYA USHUL FIQIH.

Diantara ulama yang mempunyai perhatian terhadap hal ini adalah al-Imam Abdurrahman al Mahdi (135-198 H). Beliau meminta kepada Imam as-Syafi’i (150-204 H) untuk menulis sebuah buku tentang prinsip-prinsip berijtihad yang dapat digunakan sebagai pedoman secara umum. Maka lahirlah kitab AR–RISALAH (Sepucuk Surat) karya Imam As–Syafi’i sebagai kitab pertama dalam ushul fiqh. Beliaulah orang pertama yang menulis buku ushul fiqh
Pada abad ke-2 Hijriyah muncullah Ilmu Ushul Fiqh yang berisi susunan batas-batas dan kaidah-kaidah bahasa untuk mendukung pemahaman nash yang belum dipahami oleh orang non Arab guna pengambilan istimbat hukum atau ijtihad.
Pengambilan istinbath ini diperlukan karena sudah tidak ada orang yang dapat memberikan putusan hukum secara langsung seperti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat waktu mereka masih hidup. Maka seluruh pembahasan tentang penggunaan dalil-dalil, batasan-batasan atau kaidah-kaidah bahasa ini yang kemudian disebut Ilmu Ushul Fiqh.

F.    ALIRAN-ALIRAN USHUL FIQIH.

1.      Aliran Syafi’iyah
Dalam aliran ini membahas dengan dali naqli (Al-Qura’an dan Sunnah), dan dalail aqli (Akal Pikiran). Dalam menyusun aliran ini kaida-kaidahnya tidak terikat dengan penyesuaian furu’.
2.      Aliran Hanafiyah
Dalam menyusun aliran ini banyak memeprtimbangkan masala-masalah furu’ yang terdapat dalam mazhab mereka, tegasnya mereka menyusun ushul fiqih sengaja untuk memperkuat mazhab yang mereka anut.
Ciri aliran ini kaidah yang disusun dalam ushul fiqih mereka semuanya dapat diterapkan.
3.      Aliran Muta’akhirin
Aliran ini muncul terakhir setelah aliran Syafi’iyah dan Hanafiyah, oleh sebab itu dinamakan aliran muta’akhirin. Aliran ini menggabungkan antara aliran Syafi’iyah dan hanafiyah.

G.    KARYA-KARYA USHUL FIQIH.

a.       Di antara kitab-kitab dari ulama Syafi’iyah:
1)      Kitab “Al-Mustashfa”, karya Abu Hamid Al-Ghazali Asy-Syafi’i (w. 505 H)
2)      Kitab “Al-Ahkam”, karya Abu Hasan Al-Amidi Asy-Syafi’i (w. 613)
3)      Kitab “Al-Minhaj”, karya Al-Baidhawy Asy-Syafi’I (w. 685)
b.      Di antara kitab-kitab ushul fikih metode yang diambil dari persoalan-persoalan furu’,  pengarangnya adalah dari ulama Hanafiyah:
1)      Kitab “Ushul Fikih” karya Abu Zaid Addabbusyi (w.430 H)
2)      Kitab “Fakhrul Islam” karya Al-Bazdawy (w.430)
3)      Kitab “Al-Manar”, karya Al-Hafizh An-Nasy (w. 790 H)
4)      Kitab “Misykatul An-War syarh Al-Manar”.
c.       Kitab-kitab yang menerangkan tentang penerapan masalah-masalah cabang fikih dalam hubungannya dengan kaidah-kaidah fikih, di antaranya:
1)      Kitab “Badi’un Nizham” himpunan dari dua kitab, al-Bazhdawy dan Al-Ahkam, karya Muzaffaruddin Al-Baghdady Al-Hanafy (w.694 H)
2)      Kitab “Taudlih lishadri Syar’iyah dan At-Tahrir”, karya Al-Kamal Ibnu Hammam
3)      Kitab “Jami’ul Jawami’, karya As-Subki
d.      Kitab-kitab kontemporer di zaman modern, di antaranya:
1)      Kitab “Irsyadul Fuhul Ilaa Tahqiqil  Haaqi min Ilmil Ushul”, karya As-Syaukani (w.1250 H)
2)      Kitab “Ushul Fiqh”, karya Hudri Beik (w.1827 H)
3)      Kitab “Tashilil Wushul ila ilmi Ushul”, karya Muhammad Abdurrahman Aid Al-Mahlawy (w. 1920 H)



















BAB III
PENUTUP

A.     KESIMPULAN

Dalam ilmu Ushul Fiqih terdapat  4 masa:
1.      Zaman nabi
Pada zaman ini umat islam masih di bawah pimpinan rasulullah
2.      Zaman sahabat
Pada zaman ini rasul telah wafat, dan para sahabat membina umat islam dengan wahyu-wahyuNya dan ijtihad-ijtihad rasul.
3.      Zaman tabiin
Setelah masa kurun sahabat beralihlah ke kurun Tabi’in
4.      Zaman tabiat tabiin
Periode setelah bergesernya masa kepemimpinan Khulafaurrasyidin ke masa mulkan pada abad ke-2 hijriyah,
                        Dalam Ushul Fiqih terdapat tiga aliran :
1.      Aliran Imam Syafi’iyah
2.      Aliran Hanafiyah
3.      Aliran Muta;akhirin.







 



DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran nul karim
Ash Shiddieqy, Muhammad hasbi.2001. Pengantar Hukum Islam. (Semarang: Pustaka Rizki Putra) cet ke-2
Abu Zahrah, Muhammad. 2003. Ushul Fiqih. (Jakarta: Pustaka Firdaus) cet ke-8
Syarifuddin, Amir. 2005. Ushul Fiqih. (Jakarta: Prenada Media Group) cet ke-3
www.wikipedia.com (18.25, 26/02/14)














Kamis, 27 Februari 2014

belajar Simple present

Daily Activity – Simple Present
My name is Sysca Yuliaeni Permana. Some people call me “Sysca”. Now, I’m 20 years old and I live in Jakarta. I live with my parents and my brother. I’m student in Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka.
I have habitual action that I do every day. This is my daily activities.
Every morning I get up at 5 o’clock, and I go to bathroom to take a bath, I brush my teeth and I clean my body with the soap. Then I take wudhu. After I finish my bathe, I wear clothes and pray shubuh. After that I clean my bedroom, and sweep the floor and the yard. And I have breakfast with my family. After all neat, I drove my mother and my brother to school by motorcycle. Then I back to home. I wash the dishes. After I finished cleaning the house, I watch TV to relax while waiting for 9 hours. I put the make-up on then I go to campus. Because I am student in semester now, I’m free from my college schedule except Monday and Friday. My school begins at half past seven am to eleven p.m. every Friday.
I usually arrive in my campus at 10.00 am. I go straight to library. In library, I open the computer to see some Skripsi on the computer, I feel happy in library because in there I can study and discuss with my friends about our Paper or Skripsi. I usually go home from campus at 05.00 pm after the library closed. After I arrive in home, I clean my foot, then I watch Korean drama on TV. After I hear adzan maghrib, I go straight maghrib praying then I holly quran before study. Then I pray isya. After isya praying, I take dinner, watching TV or relax with my family until 08.00 pm. Then I do my home work and study. After that I go to sleep and so on.
All in all, my daily activity is very happily and I always feel good about my live.

About these ads

Rabu, 26 Februari 2014

Filsafat Socrates dan Pasca Socrates




Senin, 04 November 2013

Rika Jayanthy mandhasarie


BAB I PENDAHULUAN
A.          Latar Belakang
Dalam menghadapi seluruh kenyataan dalam hidupnya, manusia senantiasa terkagum atas apa yang dilihatnya. Manusia ragu-ragu apakah ia tidak ditipu oleh panca-inderanya, dan mulai menyadari keterbatassannya. Dalam situsi itu banyak yang berpaling kepada agama atau kepercayaan ilahiah.
     Tetapi sudah sejak awal sejarah, ternyata sikap iman penuh taqwa itu tidak menahan manusia menggunakan akal budi dan pikirannya untuk mencari tahu apa sebenarnya yang ada dibalik segala kenyataan (realitas) itu. Proses  mencari tahu itu menghasilkan kesadaran, yang disebut pencerahan. Jika proses itu memiliki ciri-ciri metodis, sistematis dan koheren, dan cara mendapatkannya dapat dipertanggungjawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan.
     Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang ini kita sebut sesuatu sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan lain sebagainya. Umat manusia lebih dulu memifikrkan dengan bertanya tentang berbagai hakikat apa yang mereka lihat. Dan jawaban mereka itulah yang nanti akan kita sebut sebagai sebuah jawaban filsafati.
     Kegiatan manusia yang memiliki tingkat tertinggi adalah filsafat yang merupakan pengetahuan benar meneganai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia. Bagian filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama, yaitu pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan sebab dari segala kebenaran.
Meski bagaimanapun banyaknya gambaran yang kita dapatkan tentang filsafat, sebenarnya masih sulit untuk mendefinisikan secara konkret apa itu filsafat dan apa kriteria suatu pemikiran masih sulit untuk mendefinisikan secara konkret apa itu filsafat dan apa kriteria suatu pemikiran hingga kita bisa memvonisnya,karena filsafat bukanlah sebuah disiplin ilmu. Sebagaimana definisinya, sejarah dan perkembangan filsafat pun takkan pernah habis untuk dikupas. Tapi justru itulah mengapa filsafat begitu layak untuk dikaji demi mencari serta memaknai segala esensi kehidupan.
     Di dalam bab selanjutnya akan dijelaskan mengenai perkembangan filsafat yaitu Filsafat Yunani Kuno Pra Socrates.
B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui sejarah fisafat yunani ( filsafat alam ) sebelum Socrates.
2.      Untuk mengetahui sejarah filsafat yunani ( filsafat alam ) masa socrates.
3.      Untuk mengetahui sejarah filsafat yunani ( filsafat alam ) sesudah socrates.
C.    Rumusan masalah
1.      Bagaimana sejarah filsafat yunani ( filsafat alam ) sebelum socrate?
2.      Bagaimana sejarah filsafat yunani ( filsafat alam ) masa socrate?
3.      Bagaimana sejarah filsafat yunani ( filsafat alam ) sesudah socrate?


BAB II PEMBAHASAN
v Sejarah Filsafat Yunani (Filsafat Alam)
1.      Filsafat Yunani pada masa Pra-Socrates.
Filsafat Pra Socrates Bangsa Yunani merupakan bangsa yang pertama kali berusaha menggunakan akal untuk berpikir. Kegemaran bangsa Yunani merantau secara tidak langsung menjadi sebab meluasnya tradisi berpikir bebas yang dimiliki bangsa Yunani.
Menurut Barthelemy, kebebasan berpikir bangsa Yunani disebabkan karna di Yunani sebelumnya tidak pernah ada agama yang didasarkan pada kitab suci. Keadaan tersebut jelas berbeda dengan Mesir, Persia, dan India. Sedangkan Livingstone berpendapat bahwa adanya kebebasan berpikir bangsa Yunani dikarenakan kebebasan mereka dari agama dan politik secara bersamaan[1]. Lahirnya filsafat pra socrates juga disebabkan karena kemenangan akal atas dongeng atau mitos yang diterima dari agama yang memberitahukan tentang asal muasal segala sesuatu. Para pemikir atau ahli filsafat ini mencoba untuk mencari-cari jawaban tentang akibat terjadinya alam semesta beserta isinya.
Filsafat Pra Socrates juga dapat dikatakan sebagai filsafat alam, karena para ahli filsafat dimasa tersebut menjadikan alam semesta sebagai objek pemikirannya. Tujuan filosofi mereka dalam memikirkan soal alam semesta yaitu untuk mengetahui darimana terjadinya alam atau darimana alam ini berasal, hal inilah yang menjadi sentral persoalan bagi mereka. Pemikiran yang demikian itu merupakan pemikiran yang sangat maju, rasional dan radikal. Sebab pada waktu itu kebanyakan orang menerima begitu saja keadaan alam seperti apa yang dapat ditangkap dengan indranya, tanpa mempersoalkannya lebih jauh. Sedang di lain pihak orang cukup puas menerima keterangan tentang kejadian alam dari cerita nenek moyang.
Filosuf yang hidup pada masa pra Socrates disebut para filosuf alam karena objek yang mereka jadikan pokok persoalan adalah alam. Yang dimaksud dengan alam (fusis) adalah kenyataan hidup dan kenyataan badaniah. Jadi, perhatian mereka mengarah kepada apa yang dapat diamati[2].
Ada beberapa filosof pada masa pra socrates, yaitu :
1.      Thales
Thales adalah ahli filsafat pertama yang hidup  pada abad ke-6 sebelum masehi. Thales adalah seorang saudagar yang sering berlayar ke Mesir. Ia menemukan ilmu ukur dari Mesir dan membawanya ke Yunani. Ia juga dikenal sebagai seorang yang ahli dalam bidang astronomi dan metafisika.
Thales memberikan jawaban bahwa segala sesuatu berasal dari air, ia juga menyatakan bahwa bumi ini berasal dari air. Air adalah pusat dan sumber segala yang ada atau pokok dari segala sesuatu. Segala sesuatu berasal dari air dan kembali ke air. Dari air itu terjadilah tumbuh-tumbuhan dan binatang, bahkan tanah pun mengandung air. Argumen Thales merupakan argument yang bukan hanya rasional, tetapi juga observatif.
Pandangan Thales merupakan cara berpikir yang sangat tinggi, karena sebelumnya, orang-orang Yunani lebih banyak mengambil jawaban-jawaban tentang alam dengan kepercayaan dan mitos-mitos yang dipenuhi dengan ketakhayulan. Thales telah membuka alam pikiran dan keyakinan tentang alam dan asal muasalnya tanpa menunggu dalil-dalil yang agamis.
Selain itu, ia juga mengemukakan pandangan bahwa bumi terletak di atas air. Bumi dipandang sebagai bahan yang satu kali keluar dari laut dan kemudian terapung-apung di atasnya.
Thales berpendapat bahwa segala sesuatu di jagat raya memiliki jiwa. Jiwa tidak hanya terdapat di dalam benda hidup tetapi juga benda mati. Teori tentang materi yang berjiwa ini disebut hylezoisme. Argumentasi Thales didasarkan pada magnet yang dikatakan memiliki jiwa karena mampu menggerakkan besi.
2.      Anaximandros
Anaximandros adalah salah satu murid Thales. Anaximandros adalah seorang ahli astronomi dan ilmu bumi. Meskipun dia murid Thales namun ia mempunyai prinsip dasar alam satu akan tetapi bukanlah dari jenis benda alam seperti air sebagai mana yang dikatakan oleh gurunya.
Prinsip dasar alam haruslah dari jenis yang tak terhitung dan tak terbatas yang oleh dia disebut Apeiron yaitu zat yang tak terhingga dan tak terbatas serta tidak dapat dirupakan dan tidak ada persamaannnya dengan apapun. Meskipun tentang teori asal kejadian alam tidak begitu jelas namun dia adalah seorang yang cakap dan cerdas. Pendapatnya yang lain yaitu, bumi seperti silinder, lebarnya tiga kali lebih besar dari tingginya. Sedangkan bumi tidak terletak atau bersandar pada sesuatu pun[3].
3.      Anaximenes
Anaximenes berpendapat bahwa udara merupakan asal usul segala sesuatu. Udara melahirkan semua benda dalam alam semesta ini karena suatu proses pemadatan dan pengeceran, kalau udara semakin bertambah maka muncullah berturut-turut angin, air, tanah dan akhirnya batu. Sebaliknya kalau udara itu menjadi encer yang timbul adalah api.
Pandangan Anaximenes tentang susunan jagat raya bertolak belakang dengan Anaximandros. Menurut Anaximenes bumi ini seperti meja bundar dan melayang di atas udara. Demikian pula matahari, bulan dan bintang. Benda-benda yang ada dijagad raya itu tidak terbenam di bawah bumi sebagaimana yang dipikirkan Anaximandros tetapi mengelilingi bumi yang datar itu, matahari lenyap pada waktu malam tertutup di belakang bagian-bagian tinggi[4].
4.      Pythagoras
Pythagoras lahir dipulau Samos yang termasuk daerah Ionia. Dalam kota ini Pythagoras mendirikan suatu tarekat beragama yang bersifat religious, mereka menghomati dewa Apollo.
Menurut kepercayaan Pythagoras, jiwa manusia asalnya dari Tuhan, jiwa itu adalah penjelmaan dari tuhan yang jatuh kedunia karena berdosa dan dia akan kembali kelangit kedalam lingkungan tuhan semula apabila dosanya itu sudah habis dicuci, hidup didunia ini adalah persediaan buat akhirat. Sebab itu dari sekarang dikerjakan hidup untuk hari kemudian.
Pythagoras tersebut juga sebagai ahli pikir. Terutama dalam ilmu matematik dan ilmu berhitung. Falsafah pemikirannya banyak diilhami oleh rahasia angka-angka. Dunia angka adalah dunia kepastian dan dunia ini erat hubungannya dengan dunia bentuk. Dari sini dapat dilihat kecakapannya dia dalam matematik mempengaruhi terhadap pemikiran filsafatnya sehingga pada segala keadaan ia melihat dari angka-angka dan merupakan paduan dari unsur angka.
5.      Heraclitos
Ia lahir dikota Ephesos diasi minor, ia mempunyai pendangan yang berbeda dengan filosof-filosof sebelumnya. Ia menyatakan bahwa asal segala suatu hanyalah satu yakni api. Ia memandang bahwa api sebagai unsur yang asal pandangannya semata-mata tidak terikat pada alam luaran, alam besar, seperti pandangan filosof-filosof Miletos.
Segala kejadian didunia ini serupa dengan api yang tidak putusnya dengan berganti-ganti memakan dan menghidupi dirinya sendiri segala permulaan adalah mula dari akhirnya. Segala hidup mula dari pada matinya. Didunia ini tidak ada yang tetap semuanya mengalir. Tidak sulit untuk mengerti apa sebab Heraklitos memilih api. Nyala api senantiasa memakan bahan bakar yang baru dan bahan bakar itu dan berubah menjadi abu dan asap. Oleh karena itu api cocok sekali untuk melambangkan suatu kesatuan dalam perubahan. Api mempunyai sifat memusnahkan segala yang ada, dan mengubah segala sesuatu itu menjadi abu dan asap. Walaupun sesuatu itu apabila dibakar menjadi abu dan asap, toh adanya api tetap ada. Segala sesuatunya berasal dari api, dan akan kembali menjadi api[5]. Pernyataan itu mengandung pengertian bahwa kebenaran selalu berubah, tidak tetap. Pengertian adil pada hari ini belum tentu masih benar besok. Hari ini 2 x 2 = 4 besok dapat saja bukan empat. Pandangan ini merupakan warna dasar filsafat sofisme[6].
2.      Filsafat yunani pada Masa Socrates.
Filsafat pada masa Socrates sering juga di sebut dengan filsafat periode klasik. Akan tetapi, Socrates belum sampai pada suatu system filosofi, yang memberikan nama klasik kepada filosofi itu. Ia baru membuka jalan. Ia baru mencari kebenaran. Ia belum sampai menegakkan suatu system pandangan. Tujuannya terbatas hingga mencari dasar yang baru dan kuat bagi kebenaran dan moral.
Sistem ajaran filsafat klasik baru dibangun oleh Plato dan Aristoteles, berdasarkan ajaran Socrates tentang pengetahuan dan etika beserta filosofi alam yang berkembang sebelum Socrates.
Socrates lahir di Athena pada tahun 470 SM dan meninggal pada tahun 399 SM. Bapaknya adalah tukang pembuat patung, sedangkan ibunya seorang bidan.
Socrates terkenal sebagai orang yang berbudi baik, jujur, dan adil. Cara penyampaian pemikirannya kepada para pemuda mengunakan metode Tanya jawab. Socrates juga dikenal sebagai seorang yang tidak tampan, berpakaian sederhana, tanpa alas kaki dan berkeliling mendatangi masyarakat Athena untuk berdiskusi soal filsafat. Dia melakukan ini pada awalnya didasari satu motif religius untuk membenarkan suara gaib yang didengar seorang kawannya dari Oracle Delphi yang mengatakan bahwa tidak ada orang yang lebih bijak dari Socrates. Merasa diri tidak bijak dia berkeliling membuktikan kekeliruan suara tersebut, dia datangi satu demi satu orang-orang yang dianggap bijak oleh masyarakat pada saat itu dan dia ajak diskusi tentang berbagai masalah kebijaksanaan. Metode berfilsafatnya inilah yang dia sebut sebagai metode kebidanan. Dia memakai analogi seorang bidan yang membantu kelahiran seorang bayi dengan caranya berfilsafat yang membantu lahirnya pengetahuan melalui diskusi panjang dan mendalam. Dia selalu mengejar definisi absolut tentang satu masalah kepada orang-orang yang dianggapnya bijak tersebut meskipun kerap kali orang yang diberi pertanyaan gagal melahirkan definisi tersebut. Pada akhirnya Socrates membenarkan suara gaib tersebut berdasar satu pengertian bahwa dirinya adalah yang paling bijak karena dirinya tahu bahwa dia tidak bijaksana sedangkan mereka yang merasa bijak pada dasarnya adalah tidak bijak karena mereka tidak tahu kalau mereka tidak bijaksana.
Cara berfilsafatnya inilah yang memunculkan rasa sakit hati para kaum sofis terhadap Sokrates karena setelah penyelidikan itu maka akan tampak bahwa mereka yang dianggap bijak oleh masyarakat ternyata tidak mengetahui apa yang sesungguhnya mereka duga mereka ketahui. Rasa sakit hati inilah yang nantinya akan berujung pada kematian Sokrates melalui peradilan dengan tuduhan resmi merusak generasi muda, sebuah tuduhan yang sebenarnya dengan gampang dipatahkan melalui pembelaannya sebagaimana tertulis dalam Apologi karya Plato. Socrates pada akhirnya wafat pada usia tujuh puluh tahun dengan cara meminum racun sebagaimana keputusan yang diterimanya dari pengadilan dengan hasil voting 280 mendukung hukuman mati dan 220 menolaknya.
Adapun filsafah pemikiran Socrates, diantaranya adalah pernyataan adanya kebenaran objektif, yaitu yang tidak bergantung kepada aku dan kita, dalam membenarkan kebenaran yang objektif, ia menggunakan metode tertentu yang terkenal dengan metode dialektika. Dialektika berasal dari kata Yunani yang berarti bercakap-cakap atau dialog. Didalam berdialog, ia akan menganalisis pendapat-pendapat. Setiap orang mempunyai pendapat mengenai salah dan benar. Ia bertanya kepada negarawan, hakim, tukang, pedagang, dan sebagainya. Menurut Xenophon, ia bertanya tentang benar-salah, adil-zalim, berani-pengecut, dan lain-lain kepada siapapun yang menurutnya patut ditanya. Socrates selalu menganggap jawaban pertama sebagai hipotesis, dan dengan jawaban yang lebih lanjut, menarik konsekuensi yang dapat disimpulkan dari jawaban tersebut. Jika tenyata hipotesis pertama tidak dapat dipertahankan, karena menghasilkan konsekuensi yang mustahil, hipotesis itu diganti dengan hipotesis lain, lalu hipotesis kedua ini diselidiki dengan jawaban-jawaban lain, dan begitu seterusnya. Sering terjadi, percakapan itu berkhir dengan kebingungan. Akan tetapi, tidak jarang, dialog itu menghasilkan suatu definisi yang dianggap berguna. (Ahmad Syadali dan Mudzakkir, 2004 : 66-67 ).
Dari metode dialektikanya, ia menemukan dua penemuan metode yang lain, yaitu induksi dan definisi. Ia menggunakan istilah induksi manakala pemikiran betolak dari pengetahuan yang khusus, lalu ia menyimpulkannya dengan pengertian umum. Pengertian umum diperoleh dari mengambil sifat-sifat yang sama (umum) dari masing-masing kasus khusus dan cirri-ciri khusus yang tidak disetujui bersama disisihkan. Ciri umum tersebut dinamakan ciri esensi dan semua ciri khusus itu dinamakan ciri-ciri eksistensi. Suatu definisi dibuat dengan menyebutkan semua ciri esensi suatu objek dengan menyisihkan semua ciri eksestensinya. Demikianlah jalan untuk memperoleh definisi tentang suatu persoalan. (Ahmad Syadali dan Mudzakkir, 2004 : 66-67 ). Begitulah cara Socrates mencapai pengertian. Melalui induksi sampai definisi. Definisi, yaitu pembentukan pengertian yang berlaku universal. Pengertian menurut paham Socrates sama dengan apa yang disebut Kant: prinsip regulative dan dasar menyusun. Dengan jalan begitu, hasil yang dicapai tidak lagi takluk kepada paham subjektif, seperti yang diajarkan kaum Sofis, melainkan umum sifatnya, berlaku untuk selama-lamanya.Induksi dan definisi menuju pengetahuan yang berdasarkan pengertian.
Dengan cara itu, Socrates membangun jiwa lawannya berdialog tentang keyakinan bahwa kebenaran tidak diperoleh begitu saja sebagai ayam panggang terlompat ke dalam mulut yang ternganga, melainkan dicari dengan perjuangan seperti memperoleh segala barang yang tertinggi nilainya. Dengan cara mencari kebenaran seperti itu, terlaksana pula tujuan yang lain, yaitu membentuk karakter.
Selain memiliki metode dialektika yang digunakan untuk mencari suatu kebenaran, Socrates juga memiliki suatu falsafah tentang etika. Mohammad Hatta (1986 : 83-84) menjelaskan bahwa pandangan Socrates tentang etika bermula dari definisinya tentang budi. Menurut Socrates, budi adalah tau. Inilah inti dari etikanya, orang yang berpengatahuan dengan sendirinya akan berbudi baik. Paham etikanya merupakan kelanjutan dari metodenya. Induksi dan definisi menuju pada pengetahuan yang berdasarkan pengertian.
Selanjutnya, peninggalan pemikiran Socrates yang paling penting ada pada cara dia berfilsafat dengan mengejar satu definisi absolut atas satu permasalahan melalui satu dialektika. Pengejaran pengetahuan hakiki melalui penalaran dialektis menjadi pembuka jalan bagi para filsuf selanjutnya. Perubahan fokus filsafat dari memikirkan alam menjadi manusia juga dikatakan sebagai jasa dari Sokrates. Manusia menjadi objek filsafat yang penting setelah sebelumnya dilupakan oleh para pemikir hakikat alam semesta. Pemikiran tentang manusia ini menjadi landasan bagi perkembangan filsafat etika dan epistemologis di kemudian hari. Sumbangsih Socrates yang terpenting bagi pemikiran Barat adalah metode penyelidikannya, yang dikenal sebagai metode elenchos, yang banyak diterapkan untuk menguji konsep moral yang pokok. Karena itu, Socrates dikenal sebagai bapak dan sumber etika atau filsafat moral, dan juga filsafat secara umum[7].
3.      Filsafat Yunani Sesudah Masa Socretes.
Membicarakan filsafat Yunani sesudah masa Socrates sama artinya membicarakan mengenai pemikiran filosof-filosof sesudahnya. Disini pemakalah membatasi untuk membahas mengenai pemikiran Plato dan Aristoteles saja.
1.      Plato
Plato adalah seorang filosof Barat yang paling populer dan dihormati di antara filosof lainnya. Karya-karyanya menjadi rujukan awal bagi perkembangan filsafat dunia. Plato dilahirkan di Athena sekitar tahun 427 SM, pada masa akhir zaman keemasan Athena setelah setahun kekuasaan Pericles berakhir, atau tiga tahun sejak perang Athena dengan Sparta. Keluarganya paling terpandang di Athena.
Ayahnya, Ariston adalah keturunan raja terakhir Athena. Ibunya, Perictione adalah keturunan Solon, seorang aristokrat reformis yang menulis undang-undang tentang demokrasi Athena. Kehidupan Plato dalam lingkungan aristokrat membuatnya cukup dikenal di kalangan pejabat tinggi Athena, walau ia seorang yang pendiam dan dingin.
Pemikiran filsafatnya sangat dipengaruhi oleh gurunya, Socrates, yang telah mengajarinya selama 8 tahun. Pemikiran Plato pun banyak dipengaruhi oleh Socrates. Plato adalah guru dari Aristoteles. Karyanya yang paling terkenal ialah Republik (dalam bahasa Yunani Πολιτεία atau Politeia, "negeri") yang di dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya pada keadaan "ideal". Dia juga menulis 'Hukum' dan banyak dialog di mana Socrates adalah peserta utama. Salah satu perumpamaan Plato yang termasyhur adalah perumpaan tentang orang di gua. Cicero mengatakan Plato scribend est mortuus (Plato meninggal ketika sedang menulis).
            Ciri-ciri Karya-karya Plato yang pertama adalah Bersifat Sokratik yang dalam Karya-karya yang ditulis pada masa mudanya, Plato selalu menampilkan kepribadian dan karangan Sokrates sebagai topik utama karangannya. ciri yang kedua adalah Berbentuk dialog Hampir semua karya Plato ditulis dalam nada dialog. Dalam Surat VII, Plato berpendapat bahwa pena dan tinta membekukan pemikiran sejati yang ditulis dalam huruf-huruf yang membisu.  Oleh karena itu, menurutnya, jika pemikiran itu perlu dituliskan, maka yang paling cocok adalah tulisan yang berbentuk dialog. sedangkan ciri yang ketiga adalah Adanya mite-mite  Plato menggunakan mite-mite untuk menjelaskan ajarannya yang abstrak dan adiduniawi Verhaak menggolongkan tulisan Plato ke dalam karya sastra bukan ke dalam karya ilmiah yang sistematis karena dua ciri yang terakhir, yakni dalam tulisannya terkandung mite-mite dan berbentuk dialog.
Sumbangsih Plato yang terpenting adalah pandangannya mengenai idea. Pandangan Plato terhadap idea-idea dipengaruhi oleh pandangan Sokrates tentang definisi. Idea yang dimaksud oleh Plato bukanlah ide yang dimaksud oleh orang modern. Orang-orang modern berpendapat ide adalah gagasan atau tanggapan yang ada di dalam pemikiran saja.Menurut Plato idea tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Idea tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada idea. Idea adalah citra pokok dan perdana dari realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah. Idea sudah ada dan berdiri sendiri di luar pemikiran kita. Idea-idea ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Misalnya, idea tentang dua buah lukisan tidak dapat terlepas dari idea dua, idea dua itu sendiri tidak dapat terpisah dengan idea genap.Namun, pada akhirnya terdapat puncak yang paling tinggi di antara hubungan idea-idea tersebut. Puncak inilah yang disebut idea yang “indah”. Idea ini melampaui segala idea yang ada.
Dunia indrawi adalah dunia yang mencakup benda-benda jasmani yang konkret, yang dapat dirasakan oleh panca indera kita Dunia indrawi ini tiada lain hanyalah refleksi atau bayangan daripada dunia ideal. Selalu terjadi perubahan dalam dunia indrawi ini. Segala sesuatu yang terdapat dalam dunia jasmani ini fana, dapat rusak, dan dapat mati.
Dunia idea adalah dunia yang hanya terbuka bagi rasio kita. Dalam dunia ini tidak ada perubahan, semua idea bersifat abadi dan tidak dapat diubah. Hanya ada satu idea “yang bagus”, “yang indah”. Di dunia idea semuanya sangat sempurna. Hal ini tidak hanya merujuk kepada barang-barang kasar yang bisa dipegang saja, tetapi juga mengenai konsep-konsep pikiran, hasil buah intelektual. Misalkan saja konsep mengenai "kebajikan" dan "kebenaran".
Pandangan Plato tentang karya seni dipengaruhi oleh pandangannya tentang ide  Sikapnya terhadap karya seni sangat jelas dalam bukunya Politeia (Republik). Plato memandang negatif karya seni. Ia menilai karya seni sebagai mimesis mimesos. Menurut Plato, karya seni hanyalah tiruan dari realita yang ada. Realita yang ada adalah tiruan (mimesis) dari yang asli. Yang asli itu adalah yang terdapat dalam ide. Ide jauh lebih unggul, lebih baik, dan lebih indah daripada yang nyata ini.
Pemahaman Plato tentang keindahan yang dipengaruhi pemahamannya tentang dunia indrawi, yang terdapat dalam Philebus. Plato berpendapat bahwa keindahan yang sesungguhnya terletak pada dunia ide. Ia berpendapat bahwa kesederhanaan adalah ciri khas dari keindahan, baik dalam alam semesta maupun dalam karya seni. Namun, tetap saja, keindahan yang ada di dalam alam semesta ini hanyalah keindahan semu dan merupakan keindahan pada tingkatan yang lebih rendah.
B. Aristoteles
Aristoteles lahir di Stagira, kota di wilayah Chalcidice, Thracia, Yunani (dahulunya termasuk wilayah Makedonia tengah) tahun 384 SM. Ayahnya adalah tabib pribadi Raja Amyntas dari Makedonia. Pada usia 17 tahun, Aristoteles menjadi murid Plato. Belakangan ia meningkat menjadi guru di Akademi Plato di Athena selama 20 tahun. Aristoteles meninggalkan akademi tersebut setelah Plato meninggal, dan  menjadi guru bagi Alexander dari Makedonia. Saat Alexander berkuasa di tahun 336 SM, ia kembali ke Athena. Dengan dukungan dan bantuan dari Alexander, ia kemudian mendirikan akademinya sendiri yang diberi nama Lyceum, yang dipimpinnya sampai tahun 323 SM. Perubahan politik seiring jatuhnya Alexander menjadikan dirinya harus kembali kabur dari Athena guna menghindari nasib naas sebagaimana dulu dialami Socrates. Aristoteles meninggal tak lama setelah pengungsian tersebut. Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan.
Dalam bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis. Karyanya ini menggambarkan kecenderungannya akan analisa kritis, dan pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan pada alam
Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Pemikiran lainnya adalah tentang gerak dimana dikatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak teleologis.  Karena benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada penggerak dimana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan. Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking).
Hal lain dalam kerangka berpikir yang menjadi sumbangan penting Aristoteles adalah silogisme yang dapat digunakan dalam menarik kesimpulan yang baru yang tepat dari dua kebenaran yang telah ada. Misalkan ada dua pernyataan (premis):
*       Setiap manusia pasti akan mati (premis mayor).
*       Sokrates adalah manusa (premis minor)
*       maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Sokrates pasti akan mati
Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarki. Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti Fisika, Astronomi, Biologi, Psikologi, Metafisika (misalnya studi tentang prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan bahkan teori retorika dan puisi.
Di bidang seni, Aristoteles memuat pandangannya tentang keindahan dalam buku Poetike. Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan. Ia mengatakan bahwa pengetahuan dibangun atas dasar pengamatan dan penglihatan. Menurut Aristoteles keindahan menyangkut keseimbangan ukuran yakni ukuran material. Menurut Aristoteles sebuah karya seni adalah sebuah perwujudan artistik yang merupakan hasil chatarsis disertai dengan estetika. Chatarsis adalah pengungkapan kumpulan perasaan yang dicurahkan ke luar. Kumpulan perasaan itu disertai dorongan normatif. Dorongan normatif yang dimaksud adalah dorongan yang akhirnya memberi wujud khusus pada perasaan tersebut. Wujud itu ditiru dari apa yang ada di dalam kenyataan. Aristoteles juga mendefinisikan pengertian sejarah yaitu Sejarah merupakan satu sistem yang meneliti suatu kejadian sejak awal dan tersusun dalam bentuk kronologi. Pada masa yang sama, menurut beliau juga Sejarah adalah peristiwa-peristiwa masa lalu yang mempunyai catatan, rekod-rekod atau bukti-bukti yang konkrit.
Pada masanya, pemikiran Aristoteles sangat berpengaruh pada pemikiran Barat dan pemikiran keagamaan lain pada umumnya. Penyelarasan pemikiran Aristoteles dengan teologi Kristiani dilakukan oleh Santo Thomas Aquinas di abad ke-13, dengan teologi Yahudi oleh Maimonides (1135 – 1204), dan dengan teologi Islam oleh Ibnu Rusyid (1126 – 1198). Bagi manusia abad pertengahan, Aristoteles tidak saja dianggap sebagai sumber yang otoritatif terhadap logika dan metafisika, melainkan juga dianggap sebagai sumber utama dari ilmu pengetahuan, atau "the master of those who know"[8].


BAB III PENUTUP
1.      Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan, yaitu :
ü  Pada masa pra-socrates para filusuf mengkaji tentang asal muasal alam semesta beserta isinya.
Ada beberapa filosof pada masa pra socrates, yaitu :
1)      Thales 624-625 SM : menyatakan bahwa air adalah prinsip dasar (dalam bahasa Yunani arche) segala sesuatu. Air menjadi pangkal, pokok, dan dasar dari segala-galanya yang ada di alam semesta. Berkat kekuatan dan daya kreatifnya sendiri, tanpa ada sebab-sebab di luar dirinya, air mampu tampil dalam segala bentuk, bersifat mantap, dan tak terbinasakan. Argumentasi Thales terhadap pandangan tersebut adalah bagaimana bahan makanan semua makhluk hidup mengandung air dan bagaimana semua makhluk hidup juga memerlukan air untuk hidup. Selain itu, air adalah zat yang dapat berubah-ubah bentuk (padat, cair, dan gas) tanpa menjadi berkurang.
2)      Anaximandros : Prinsip dasar alam haruslah dari jenis yang tak terhitung dan tak terbatas yang oleh dia disebut Apeiron yaitu zat yang tak terhingga dan tak terbatas dan tidak dapat dirupakan tidak ada persamaannnya dengan apapun.
3)      Anaximanes : berpendapat bahwa udara merupakan asal usul segala sesuatu. Udara melahirkan semua benda dalam alam semesta ini karena suatu proses pemadatan dan pengeceran, kalau udara semakin bertambah maka muncullah berturut-turut angin, air, tanah dan akhirnya batu. Sebaliknya kalau udara itu menjadi encer yang timbul adalah api.
4)      Pythagoras (582-496 SM) : Pythagoras dan murid-muridnya percaya bahwa segala sesuatu di dunia ini berhubungan dengan matematika, dan merasa bahwa segalanya dapat diprediksikan dan diukur dalam siklus beritme. Ia percaya keindahan matematika disebabkan segala fenomena alam dapat dinyatakan dalam bilangan-bilangan atau perbandingan bilangan.
5)      Heraclitos : Heraclitos mengemukakan pendapatnya, bahwa segala yang ada selalu berubah dan sedang menjadi, ia mempercayai bahwa arche (asas yang pertama dari alam semesta) adalah api. Karena api dianggapnya sebagai lambang perubahan dan kesatuan. Api mempunyai sifat memusnahkan segala yang ada, dan mengubahnya sesuatu itu menjadi abu dan asap. Walaupun sesuatu itu apabila dibakar menjadi abu dan asap, toh adanya api tetap ada. Segala sesuatunya berasal dari api, dan akan kembali menjadi api.
ü  Pada masa socrates mengkaji tentang pencarian kebenaran yang objectif dan budi pekerti serta etika.
ü  Pada masa sesudah socrates, para filusuf mengembangkan teori dan metode yang diajarkan oleh socrates sehingga ilmu filsafat mulai berkembang luas.
Ada beberapa filosof pada masa pasca-socrates, yaitu :
1)      Plato (427-347 SM) : Sumbangsih Plato yang terpenting adalah pandangannya mengenai idea. Pandangan Plato terhadap idea-idea dipengaruhi oleh pandangan Sokrates tentang definisi. Idea yang dimaksud oleh Plato bukanlah ide yang dimaksud oleh orang modern. Orang-orang modern berpendapat ide adalah gagasan atau tanggapan yang ada di dalam pemikiran saja.Menurut Plato idea tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Idea tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada idea. Idea adalah citra pokok dan perdana dari realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah. Idea sudah ada dan berdiri sendiri di luar pemikiran kita. Idea-idea ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
2)      Aristoteles (384-322 SM)
§  Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan.
§  Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis.
§  Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal.
§  Hal lain dalam kerangka berpikir yang menjadi sumbangan penting Aristoteles adalah silogisme yang dapat digunakan dalam menarik kesimpulan yang baru yang tepat dari dua kebenaran yang telah ada.
2.      kritik dan saran
Didalam pembuatan makalah ini tentunya penulis memiliki banyak kekeliruan yang mungkin tidak disadari oleh penulis. Dari itu, diharapkan kepada seluruh pembaca, jika menemukan kekeliruan dalam makalah yang kami buat ini, maka penulis berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun, supaya penulis tidak lagi melakukan kesalahan yang sama. Dan demi mewujudkan karya-karya ilmiah yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA
Hadiwijono, Harun, 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 1,Kanisus : Yogyakarta
Muzairi, 2009. Filsafat Umum, Yogyakarta : Teras
Tafsir, Ahmad, 2010, Filsafat Umum, Bandung : Remaja Rosdakarya


[2] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1,Kanisus : Yogyakarta, 1980, 16.


[3] Muzairi, Filsafat Umum, Yogyakarta : Teras, 2009, h. 46
[5] Muzairi, Op.Cit., 49
[6] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2010, h.  49
google